My Sweet Home

Ukurlah Kemampuan Diri Lebih Dahulu (Rezeki Milik Allah Semata)




Ukurlah Kemampuan Diri Lebih Dahulu (Rezeki Milik Allah Semata)

Menjelang muhasabbahku padaNya Rabbi Izzati, lantunan dzikirku pun terucap dibibir serta salawat dan salam ku pada Baginda Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Evi bersyukur sampai detik ini masih diberi kesempatan untuk menulis dan berbagi cerita dengan semua sahabat. Terimakasih untuk semua sahabat yang telah mendoakan evi selalu. Doa ku juga sertakan untuk kalian sahabat-sahabatku. Catatan kali ini evi buat atas permintaan dari seorang sahabat yang menginginkan evi menulis note (catatan) tentang ma’isyah (nafkah). Semoga bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi semua ikhwan (laki-laki) yang ingin menjemput belahan jiwanya.

Bismillahirrahmanirrahim,

Masa kuliah adalah masa yang cukup potensial, apalagi pembicaran udah banyak menuju ke pernikahan. Bahkan ada yang ingin menikah sambil kuliah, hanya bermodal semangat dan keyakinan. Tapi setelah dua hari masih terasa spiritnya. Namun ketika tiga hari bahkan satu bulan sudah mulai berpikir lagi dan mengukur kemampuan.

Nanti kalau aku menikah, apakah saya mampu ya? Bagaimana urusan nafkah, sementara saya masih kuliah? Bagaiman ananti kalau punya anak? Apakah lanjut ataukah nanti saja? Bukankah orangtua ingin agar saya selesai kuliah, dapat kerja, bisa membantu adik-adik? Bagaimana bakti saya kepada mereka? Belum lagi saudaranya juga banyak dan masih kecil? Lantas bagaimana? Pusing rasanya memikirkan hal ini. Pusiii….ngng

Bermacam-macam bayangan negatif yang belum pasti terus muncul menghantui pikiran. Oleh sebab itu, engkau harus mengukur kemampuanmu dulu sahabat. Kalau memang merasa diri belum mampu, ada banyak yang dapat engkau lakukan. Diantara, berusaha memampukan diri; setidaknya mencari ma’isyah (nafkah) untuk memenuhi kebutuhan dirimu sendiri seperti : membuka les privat, usaha patungan dengan teman-teman kos, mengasah kemampuan menulis di media cetak dan seabrek usaha halal lain yang dapat engkau kerjakan di sela-sela kesibukanmu. Kalau sudah mampu mencukupi kebutuhan sendiri, maka jatah atau rezeki istri insyaAllah disediakan oleh Allah Swt. Tinggal bagaimana engkau memutuskannya sahabat, bersedia mengambilnya atau tidak??

Tentang bagaimana nanti-ketika orangtua mengingankanmu agar lulus, dapat kerja, bisa membantu mereka, adik-adikmu; atau bagaimana nanti ketika mertua ingin engkau membantu mereka atau mungkin biaya pendidikan saudara-saudara istrimu-itu kan nanti. Itu semu terserah engkau dan calon istrimu.
Sahabat perlu diingat, la yukallifullahu nafsan illa wus’aha. Allah tidak akan memberikan beban sesuai dengan kesanggupan hamba itu untuk memikulnya. Jadi, semua adalah rahasia Allah. Sehingga, bisa jadi setelah menikah, engkau justru lebih bisa membantu mereka karena Allah justru lebih membukakan pintu-pintu rezeki-Nya. Namun syaratnya jelas : berusaha dan berdoa. Kalau sekedar modal keyakinan semata tanpa tindakan nyata, ya nonsense.

Oleh sebab itu, teruslah berusaha memperbaiki diri. Tidak kalah penting juga adalah memperbaiki keadaan ekonomi atau ma’isyah. Sehingga statemen dar orangtua : “Kamu kan belum kerja”, dapat engkau buktikan dengan sebuah komitmen yang tegas dan mantap : “Saya sudah bekerja, Bunda. Saya sudah bisa mencari nafkah, Ayah.”

Sahabatku fillah, menikah memang tidak hanya uang, tapi juga perlu uang. Apalagi di zaman sekarang. Ketika engkau memutuskan untuk menikah, esensinya engkau siap memberi ma’isyah (nafkah) kepada keluargamu nanti. Dan itupun terkait dengan yang namanya uang. Namun bukan berarti lantas dijadikan sandaran pokok : kalau tidak ada uang berarti tidak menikah. Bukan seperti itu, sahabatku. Allah pasti akan menyulitkan hamba-Nya. Maka teruslah berupaya memperbaiki diri agar engkau mendapat pilihan yang terbaik dari-Nya.

Sahabat, kalau kita hanya membatasi rezeki hanya uang, maka sulit sekali kita untuk bersyukur. Rezeki itu luas, tidak hanya uang. Memiliki mertua yang baik, proses pernikahan yang mudah, dan bahkan saat engkau membaca catatan ini, juga merupakan rezeki dari Allah sahabat, yaitu berupa nikmat sehat. Sehatnya tubuh, sehatnya mata dan seluruh panca indera. Rezeki itu sudah ada yang mengaturnya. Rezeki itu sudah ada yang mengurusnya, yaitu Dia Yang Maha Perkasa. Tugas kita adalah menjemput dan mengambilnya sahabat.

Allah berfirman :

Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS. Ath-Thalaq [65] : 2-3)

Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang member rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Ankabut [29] : 60)

Ada sebuah syair yang mungkin dapat membangkitkan semangatmu sahabat-sahabatku :

Andai menikah harus bermodal harta
Niscaya banyak yang tidak menikah
Mengapa bisa seperti itu?
Karena merasa diri tak mampu

Allah mungkin memberikan ujian
Yang engkau tidak kuat memikulnya
Dia tidak mungkin memberikan beban
Yang engkau tidak sanggup menanggungnya

Maka,
Yakinkan dirimu selalu
Bahwa Allah akan menolongmu
.

****************************************************************

Cobalah engkau bertanya kepada burung-burung.
Bagaimana mereka mendapat rezekinya?
Berangkat pagi perut lapar, pulang sore sudah terisi makanan.
Tunjukkan Aksimu!
Pengangguran itu sebenarnya tidak ada.
Yang ada adalah pemalas yang tidak mau berusaha.
Pelamun dan pengkhayal yang terlalu pilih pekerjaan.
Tunjukkan kepada mereka dan buktikan bahwa Allah-lah yang menjamin rezeki seluruh makhluk-Nya.
Maka, Allah jua yang akan menjamin rezekimu dan rezeki keluargamu.

Sahabatku, Allah lebih tahu apa kebutuhanmu melebihi dirimu sendiri. Bahkan tanpa engkau menyebutkannya sekalipun. Allah jua yang mengurus semua kebutuhan makhlukNya.

Seperti dalam firman-Nya :

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya)” (QS. Al-Baqarah [2] : 255)

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauf Mahfuzh)” (OS. Hud [11] : 6)

Sahabat, Tiada satu pun terlepas dari pengawasan-Nya. Tiada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya selama kita berupaya mengubah keadaan diri kita. Kalau kita enggan mengubahnya, maka Allah pun tidak akan mengubah keadaannya. Tentu sahabat ku semua ingat selalu firman Allah ini :

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Rad [13] : 11)

Tanamkan ayat-ayat dari kalam Allah tersebut sebagai sumber motivasi kita semua. Karena Allah Azza wa Jalla adalah Maha Guru Besar kita.
Sahabatku yang dicintai Allah, kalau engkau yakin seyakin-yakin, jatah rezeki itu akan diberikan-Nya kepadamu. Tentu saja dengan berikhtiar semaksimal mungkin.

Allah Swt menyatakan :

Katakanlah : “ Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi?” Katakanlah : “Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata." (QS. Saba [34] : 24)

Nah, itulah janji Allah kepada hamba-Nya.
Bila engkau seorang suami, yakinlah bahwa rezeki istrimu telah dititipkan oleh Allah lewat tanganmu. Sebagai seorang istri : yakin pulalah bahwa Allah sudah menjamin rezekimu dan suamimu. Begitu pula, istri adalah amanah dari Allah swt. Ketika Allah Swt memerintahkan engkau untuk menikah, esensinya Dia telah menyediakan jatah rezeki buat istrimu nanti.

Ayat-ayat tentang rezeki dari Allah juga bisa dibaca pada surat An-Nahl[16] ayat 71-73.

Sekali lagi sahabat saya katakan, rezeki itu harus dijemput bukan dicari. Karena rezeki itu sudah ada dan tersedia. Tinggal jemput saja. Namun satu hal yang pasti, ada rezeki yang begitu mudah menjemputnya dan ada yang menjemput rezekinya harus bersusah-susah dulu, peras keringat dna banting tulang. Ada pula yang cukup duduk manis, diam diri saja di rumah, rezeki sudah datang sendiri.

Kesimpulannya : Apapun kondisimu nanti, sebagai apapun engkau, jangan pernah ragu tentang rezeki. Karena satu hal yang harus senantiasa engkau yakini : rezeki itu ada. Adapun cara memperolehnya, masing-masing orang tentu saja berbeda. Ikhwah fillah, tetap semangat ya.

Semoga dari catatan diatas dapat kita ambil pelajaran (ibrah). Catatan ini adalah resensi dari salah satu sumber buku motivasi evi dengan sedikit ubahan bahasa evi sendiri. Akhirnya evi mengucapkan terima kasih untuk semua sahabat yang udah mau membaca dan comment note-note evi. Karena pembacalah yang beri evi semangat untuk menulis. Jikalau evi ada salah dalam ucapan dan tulisan, evi mohon maaf. Jazakumullah khairan katsiiraan.


Wassalamu’alaikum wr wb.

~Evi A.~
Medan, 2 April 2010
Awal bulan April evi hiasi dengan syukur, hidup dan semangat baru dengan kondisi tubuh apa adanya.
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.