My Sweet Home

Curhatku tentang Pengamen



“Curhatku tentang Pengamen”

Hari-hari seperti biasa saya melakukan aktivitas rutin pergi kerja dari rumah ke kantor. Hari itu pertama kalinya saya bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang telekomunikasi di Jakarta karena sebelumnya saya tinggal di Medan.

‘Wuih’ dalam hati saya berkata ‘ini kota Jakarta’. Asyik juga ya. Macet di daerah kota, penuh banyak orang dari berbagai daerah, juga banyak mobil, dan gedung-gedung tinggi. Untuk ke kantor biasanya saya naik 2x angkot. Rasanya capek banget. Eh, tiba-tiba ada seorang pemuda dengan gitarnya menyanyikan lagu “ST-12”. Wuih rasa penatpun hilang seketika, mungkin karena orang yang menyanyikan lagu tersebut atau masyarakat sering mengatakannya ‘pengamen’ menyanyikannya dengan suara yang bagus dan penghayatan cukup baik. Karena ia membawakannya cukup menyenangkan hati ini, maka saya beri ia uang Rp1000,-.

Sampai di kantor, memulai aktivitas kerja bersama teman-teman kantorku. Pekerjaan sebagai seorang engineer bagi saya seorang wanita awalnya membosankan. Selanjutnya ya menyenangkan. Pulang dari kantor kembali lagi naik angkot.

Saat ini mungkin saya lagi kurang beruntung atau lagi sial kata sebagian orang, karena tiap lampu merah selalu ada pengamen. Beda waktu saya berangkat kerja setiap pagi, pemuda itu memainkan musik dengan merdu sekali. Sekarang tiap lampu merah, selalu silih berganti dengan pengamen anak-anak. Ntah apa yang mereka nyanyikan, rasanya kepala ini mau pecah alias pusing tujuh keliling. Trus pakai alat musik kerincingan dari botol plastik yang di masukkan pasir gitu. Aduh.. udah tahu waktu pulang macet, dimanfaati oleh pengamen anak-anak itu. Dalam hati, saya bersedih kok anak-anak masih kecil sebaya dengan anak-anak Sekolah Dasar berada di jalanan. Astagfirullahhal ‘adzim,…

Begitu juga saat saya mulai ngekos di Depok. Mulailah saya melanjutkan kuliah di salah satu universitas negeri yang ada di kota tersebut. Subuh-subuh berangkat kerja dan sorenya kuliah. Dengan aktivitas yang padat, kadang buat saya kesal, sedih, menyenangkan bila mendengar pengamen menyanyikan sebuah lagu di angkot ataupun bis yang saya naiki di jalan.

Bila lagunya asyik, rasanya jiwa ini tenang. Biasanya pemuda-pemuda yang mengamen dengan suaranya bagus dan membawakan judul-judul lagu yang juga terkenal itu ada ketika kita naik bis dan memasuki jalan tol. Bebas dari macet, adem, bisa tidur-tiduran sambil dengar alunan musik yang menenangkan jiwa, ‘oh tenangnya’ pikirku dalam hati. Bila saya pergi ke Jakarta Barat dari Depok naik bis, pasti melewati tol, begitu juga saat saya mengunjungi teman di Karawaci naik bis melewati tol ataupun perjalanan pulang dari Tanjung Priok ke Depok yaitu tempat kos saya, pasti juga melewati tol. Puas deh saya mendengarkan mereka menyanyi 3-4 lagu. Tapi kalau saya berada di salah satu kota tersebut, seperti Depok, dari terminal Depok ke tempat kos saya aja udah banyak anak-anak ngamen di jalan raya. Aduh.. tiap lampu merah selalu ada pengamen anak-anak. Paling parahnya lagi, kalau kita tidak berikan uang, mereka marah-marah pula. Saya ingat sekali perkataan tuh pengamen : ‘kakak ini berjilbab, minta dung kak seribu atau lima ratus rupiah aja’. Hmm, kadang saya kasih kadang tidak, tergantung situasi dan kondisi. Anehnya pernah saya tidak memberikan pengamen itu uang, tiba-tiba ia berkata : ‘pelit sekali bu hajjah ini, kuburannya sempit loh, jangan sombong dan pelitlah dengan uang yang ada’. MasyaAllah, kenapa dia berkata dengan perkataan yang jelek. Saya sempat sedih ketika pengamen itu mengatakannya. Lalu saya ingat pelajaran waktu saya mengaji: “sapa yang telah berbuat perbuatan tidak atasNya urusan Kami maka dia tertolak”. Oh, jadi lega dan tenang hati kembali hati ini. ‘Uuhh, emang pengamen jalan raya, kadang bikin kesel kadang menyenangkan!. Alhamdulillah masih ada kesabaran pada diri yang lemah ini.’ Jawabku ketika sampai di kos.

Adapun saat melintasi jalan raya di kota Jakarta, saya bingung ‘apakah pengamen dianggap merupakan salah satu mata pencaharian penduduk disini’. Ga hanya orang dewasa, tapi anak-anak yang masih kecil sampai seusia anak-anak TK juga mengamen. Mau dibawa kemana negara ini kalau rakyatnya hanya melakukan pekerjaan seperti itu. Saya sedih banget. Hal ini mengingatkan saya saat berada di Medan, polisi selalu merazia jika ada orang yang mengamen di angkot-angkot sehingga sekarang alhamdulillah para pengamen di Medan udah berkurang bahkan tidak kelihatan lagi. Tapi di kota Jakarta kok masih merajela ya?

Sebenarnya pemerintah bisa melakukan kegiatan razia terhadap pengamen-pengamen yang ada di jalan raya. Seperti waktu saya ke Bandung, saya berkunjung ke daerah Gedung Sate dan melakukan wisata kuliner disana. Ketika saya naik angkot, ada pengamen yang sedang menyanyikan lagu tiba-tiba berhenti dan terburu-buru turun. Setelah saya lihat ternyata banyak polisi yang sedang merazia para pengamen di tiap-tiap lampu merah. Bahkan karena ketakutan ditangkap, ada pengamen yang terjedut jidatnya di tiang papan iklan. ‘Astagfirullah,.. ada-ada aja tuh pengamen ga hati-hati dalam berjalan. Benjol dah tuh jidat.’ Saya berkata dalam hati.

Sebenarnya saya pernah melihat bahwa di tempat rehabilitasi itu terdapat banyak kegiatan salah satunya mengajari penghuni tempat rehabilitasi itu untuk berkreasi dalam pembuatan barang-barang handicraft atau kerajinan tangan, juga ada kegiatan mengembangkan bakat seperti menggambar, minat dalam dunia olahraga, memainkan alat musik, menyalurkan bakat menyanyi dan lain sebagainya. Nah, mengapa pemerintah tidak mencanangkannya kembali di wilayah Jakarta khususnya dan kota-kota lainya di seluruh provinsi umumnya. Pengamen-pengamen yang ditangkap polisi dimasukkan ke tempat rehabilitasi khusus anak-anak jalanan. Karena mereka harus dibina akal dan keahliannya, agar memiliki suatu nilai yang bermanfaat buat diri mereka sendiri dan bangsa Indonesia serta negara Indonesia, juga memiliki akhlak yang baik. Karena pasti masing-masing dari anak-anak jalanan terutama pengamen-pengamen itu memiki keahlian yang berbeda-beda, jika sabar dalam membina mereka seperti membina anak-anak sendiri maka akan ada hasil yang baik, yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa.

Bukankah kita juga mengetahui bahwa ada Undang-Undang Dasar yang mengatur tentang pemeliharaan anak-anak jalanan yaitu terkandung dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 :
“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Dari peraturan tersebut sudah jelas bahwa negara kita harus memelihara, melindungi dan menjaga anak-anak terlantar khususnya anak-anak jalanan yang banyak mengamen di jalan raya dari satu angkot ke angkot lainnya, dari satu bis ke bis lainnya, dan dari satu jalan raya ke jalan raya lainnya. Hal ini pun membuat masyarakat yang naik angkot ataupun bis merasa tenang, tidak ada yang mengganggu aktivitas mereka di dalam angkutan tersebut, tidak ada keributan dan tercipta kedamaian. Dengan demikian, semakin berkurang rakyat miskin dan anak-anak jalanan yang ada di negara kita dan anak-anak jalanan yang tidur di jalanan atau kolong jembatan.

Kalau perlu pemerintah menangkap orang-orang yang tidak bertanggung jawab atas maraknya para pengamen di jalanan khususnya yang masih anak-anak bukan orang dewasa. Karena saya sering melihat baik di televisi melalui berita maupun saya melihatnya langsung bahwa di balik mereka mengamen ternyata mereka memiliki seorang koordinator atau bos mereka atau bahkan orangtua mereka sendiri yang memaksa anaknya yang masih anak setingkat Sekolah Dasar untuk di paksa mengamen demi kelangsungan hidup. Pemerintah harus ambil andil juga dalam masalah ini, jangan hanya sibuk dalam dunia politik dan ekonomi saja sehingga melupakan urusan yang kecil ini, yang kadang membuat penduduk resah.

***************************************************************************

Wassalamu'alaikum wr wb

~Evi A.~
Medan, 15 Mei 2010

Alhamdulillah, ini salah satu karya Evi yang di ikutkan lomba di Leutika Plubisher, walaupun tidak menang tapi mendapatkan piagam penghargaan. Dan yang terpenting terus semangat berkarya ^_^
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.