My Sweet Home

Sang Hero Beraksi

Sang Hero Beraksi

Sebut saja namaku Nita. Aku salah satu mahasiswi di Perguruan Tinggi Negeri di kota Depok. Cukup beken sih kampus itu karena banyak prestasi membuatnya ternama, juga didukung oleh fasilitasnya yang lengkap. Herannya, kenapa semuanya serba kuning disana, padahal tidak pernah dibilang “kampus kuning” oleh segenap orang yang mengenalnya. Tapi jika kita melihat di setiap sudut kampusnya, kita akan menemukan sepeda kuning, halte kuning, bangunan dengan cat kuning, ‘bikun’ alias bis kuning, ‘jakun’ alias jas kuning, untung tidak ada istilah pikun ya hehehe.

Pukul 16.30 WIB kita udah memasuki kelas. Tak terasa lelahnya tubuh ini karena baru pulang kerja langsung kuliah dan memeras otak untuk berpikir tentang pelajaran.
“Huh, demi mendapat ilmu maka aku harus semangat belajar” sahut Nita yang sedang duduk dibangkunya.
10 menit kemudian, masuklah seorang dosen wanita yang sudah tua tapi masih tetap bugar tubuhnya. Kalau dilihat sih, dia usianya 60 tahun keatas atau udah pantas kita panggil nenek.
Mulailah kita belajar dengan tenang, saking tenangnya sampai ada salah seorang temanku tertidur mendengarkan ceramah ibu itu. Biasanya kita memanggilnya ibu Dewi yang membawakan mata kuliah Perencanaan Sistem Transmisi. Kelas ibu Dewi merupakan kelas favorit dibanding dengan kelas pak Ali karena dari senior-senior sebelumnya menyebutkan bahwa ibu ini kalau ngasih nilai ‘royal’ berbeda dengan pak Ali yang super pelit kasih nilainya. Hampir 70% semua mahasiswa kelas karyawan memilihnya.
******
Setelah 2 jam berlalu…
Kami semua dikejutkannya dengan pemberian tugas yang banyak. Dia menyuruh kami untuk mencatat soal-soal yang ada di papan tulis tersebut dan mengumpulkannya minggu depan.
“Uuuhhh…Ah…auhhh.. Dosen yang aneh, udah tau kita semua kerja, masa dikasih tugas banyaknya minta ampun” Teman-teman keliatan kesal. Mata mereka merah saat memandang kertas tugasnya seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.
“Ya, gila! Baru pertemuan pertama sudah begini, bagaimana pertemuan selanjutnya ya?” Jawab Rusdi.

Apa mau dikata, sudah terlanjur kami semua masuk ke sangkar emasnya yang indah itu dan tak mungkin untuk pindah ke lain hati. Hari demi hari dipenuhi dengan mengerjakan soal-soal dari ibu Dewi. Karena baru hari pertama, hanya ibu itu yang memberikan tugas sedangkan dosen lainnya hanya sesi perkenalan saja. “Alhamdulillah…”
******
1 bulan kemudian…
Semua tugas sudah selesai dikerjakan dan mulailah aktivitas rutin di kampus. Aku terpaksa berhenti kerja dari kantor karena dosen banyak memberikan tugas dan tiap aku ke kampus selalu telat. Biasalah Jakarta selalu macet di sore hari. Kalau aku bekerja sambil kuliah, aku bisa tidak lulus dalam beberapa bidang studi dan aku ga mau sistem ngulang di semester depan. Orangtuaku juga menyarankan agar aku segera resign dan ketika aku udah resign, mereka sangat senang melihat aku berhenti kerja, karena hal itu dapat membuat aku lebih fokus pada perkuliahan di kampus.

Ternyata diluar dugaanku, kelas karyawan di kampus ini bukan seperti kampus lainnya yang agak mudah dalam masalah absen. tugas dan ujian. Di sini malah kelas karyawan itu paling banyak tugasnya daripada kelas reguler karena kita dianggap mahasiswa/i yang telah berpengalaman. Memasuki minggu kelima dan seterusnya, tugas dari dosenpun semakin banyak, bukan hanya mencari artikel saja, tapi membuat program bahkan sampai membuat proyek alat persis seperti pembuatan tugas akhir aku saat diploma. Kehadiran siswa juga menjadi penilaian cuma tidak semua dosen melakukan hal tersebut. Biasanya teman-teman yang ga bisa hadir alias telat sering titip absen. Benar-benar teman yg solid persahabatannya. Sikap tersebut sebenarnya ga baik untuk kita tiru, hehehe. Kalau ketahuan dosen bisa berabe boo..

Tugas mata kuliah yang paling dikesalkan semua mahasiswa adalah mata kuliah bu Dewi. Tugasnya itu udah berupa penjelasan pake ‘beranak’ dan ‘bercucu’ pula bahkan kadang-kadang sampai ‘bercicit’. Ga nanggung deh tuh dosen kasih tugasnya. Kita bisa ga tidur sehari-semalam. Kalau dosen lainnya biasanya hanya disuruh cari bahan artikel di internet tapi kalau bu Dewi bisa menghitung rumus, mencari artikel, menjawab pertanyaan tiap a, b, c, d, bahkan pilihannya sampai q. Belumnya lagi tiap huruf itu mengandung pertanyaan lagi. “Bagaimana ya dengan teman-teman yang bekerja?” pikirku dalam hati. Kalau aku sih santai aja karena udah tidak ada beban pekerjaan di kantor. Tak jarang teman-teman melihat pekerjaan rumahku.
“Gue benar-benar bisa stress kalau begini terus. Sebaiknya gue berhenti kerja saja. Nilai gue semester lalu anjlok. Apa kata dunia nanti jika semester ini anjlok lagi?” tukas Wawan dengan wajah berpikir kebingungan karena beban di kantornya menumpuk, belum lagi ia sering ditugaskan ke lapangan, sehingga sering tidak masuk kuliah dan ketinggalan setiap pelajaran di kelas.

Wawan merupakan salah satu sahabatku yang juga sering datang ke kos aku untuk belajar bersama. Dengan senang hati aku pun mengajarinya apa-apa saja yang ingin diketahuinya. Karena prinsipku adalah jika kita ingin pintar dan cerdas, kita harus sering berdiskusi dan berbagi ilmu dengan teman yang lain.

Semakin hari tugas dari bu Dewi semakin banyak dan membuat kita kehabisan waktu bahkan jari-jari tangan kita pada sakit. Kehadiran orang-orang yang pintar di kelas ini selalu dinanti-nantikan dan bahkan diminta datang lebih awal 1 jam sebelum masuk ke kelas. Karena soal seperti itu tidak bisa dikerjakan sendiri. Kami semua lagi asyik kumpul di kantin teknik sambil berinternetan ria dan makan. Beberapa orang teman lagi sibuk menulis dan menyontek tugas dari teman-teman yang sudah selesai mengerjakannya.
“Hmm,… setelah beberapa saat mikir… tuing!” Nita akhirnya dapet ide.
“Guys, gimana kalau kita buat milis. Jadi siapa aja yang udah kelar buat tugas segera upload di milis. Kalau ada yang tulis tangan, harap di scan. Sehingga semua mahasiswa/i bisa mengerjakan tugas dimanapun berada”
“Wah,.. ide loe bagus juga tuh” jawab Agus. Akhirnya, besok Agus membuat sebuah milis khusus ekstensi elektro 2007.
Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Tapi masih belum efisien dan efektif juga. Karena kalau seperti ini yang pintar jadi makin pintar dan yang sedang saja ya tetap begitu saja. Apalagi kalau yang bodoh, bisa jatuh ke dalam lembah yang hitam wkwkwk…
******
Sesampainya aku di kos, aku duduk diteras depan dan berpikir bagaimana mencari cara yang efektif dan efisien agar kemampuan kita bisa merata di semua mahasiswa/i.
“Hmm,… cemana ya”. Aku berpikir sambil tangan memegang dagu.
Aku teringat pernah membaca buku motivasi bahwa kuncinya agar kita dapat melakukan sharing knowledge, sharing experience adalah communication.

Ideku pun keluar lagi. Aku akan buat sebuah sistem baru yaitu:
Pertama, Membuat milis (Mailing List)
Hal ini udah berjalan selama sebulan lebih. Tapi masih belum efektif karena belum tentu tugas itu bisa kelar semuanya. Kalau dikampus manfaatnya juga masih tidak merata.

Kedua, Membuat Kelompok Belajar
Kelompok belajar sangat mendukung komunikasi berlangsung lancar dan berkesinambungan. Karena kita bisa bertukar pikiran, bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan bisa mempertanggungjawabkan hasilnya sehingga bisa mengajari teman-teman lainnya yang belum paham akan suatu materi dari dosen. Bukan hanya itu saja, kita juga bisa berbagi pengalaman terutama dari teman-teman yang sudah bekerja. Dari diskusi kelompok ini akan menghasilkan suatu persahabatan yang memiliki loyalitas dan ketulusan jiwa, kesabaran kita juga semakin terlatih serta rasa kredibilitas sesama teman akan semakin tinggi. Dampaknya luar biasa.

Ketiga, Membagi-bagi Soal kepada Beberapa Teman Belajar
Tugas yang banyak itu dibagi-bagi. Kalau ada 20 soal biasanya kita bagi jadi 4 bagian. Rusdi mengerjakan no 1 sampai 5, Agus no 6 sampai 10, Wawan no 11 sampai 15 dan aku no 16 sampai 20. Tapi aku biasnaya mengerjakan semuanya sebagai jaga-jaga aja, siapa tahu teman-temanku lagi bete, buntu atau terlelap tidur, hehehe

Keempat, Bertanya kepada Dosen atau Mahasiswa yang Pintar
Hal seperti ini pernah aku lakukan dahulu saat kuliah di Medan. Karena aku memiliki kekurangan untuk berpikir agak lambat tapi jika telah mengerti akan sangat cepat dalam mengerjakan sesuatu terutama soal-soal yang diberikan dosen. Biasanya aku bertanya kepada Asisten Dosen atau Laboratorium. Tapi aku juga sering diskusi dengan dosen yang bersangkutan sesuai dengan bidang studi yang ingin kita tanyakan.

Ide-ide ini aku sms-kan kepada teman-temanku khususnya anak-anak ‘Geng Kapuk’. Kita dijuluki anak-anak geng kapuk karena aku sering ngumpul bareng teman-teman yang kos di Kapuk. Ada juga anak-anak yang kos di ‘kutek’ alias Geng Kukusan Teknik. Berbagai julukan selalu muncul di sini. Walaupun kita berkelompok, kita tetap setia kawan dan kompak loh..

Teman-temanku setuju akan ide ini. Hari demi hari tugas semakin banyak. Apalagi tugas dari bu Dewi yang sungguh memeras keringat dan otak untuk bekerja keras.
“Nit, gimana tugas loe dah kelar belum” tanya Rusdi dengan penuh khawatir. Karena biasanya kita semua kumpul di kontrakan Rusdi. Ini anak-anak belum pada kumpul.
“Udah tinggal 1 nomor lagi. Masih nyari nih. Eh, Di jangan panggil aku dengan sebutan Nit napa? Emang aku wanita genit apa?” Jawabku kesal pada Rusdi yang suka manggil nama orang sembarangan.
“Ya deh, ndut” balas Rusdi sambil ajak bercanda.
“Aku sms teman-teman yang lainnya ya agar kumpul di basecamp paling lama jam 1 siang.”
“OK!” Rusdi bernafas lega mendengar balasan dari ku. Karena jika kita tidak kumpul tepat pada waktunya maka bisa saja tuh soal ga selesai dikerjakan dan jadi ga ada sesi tanya jawab. Sebab, bu Dewi suka bertanya kepada mahasiswa/i tentang materi tugas yang dikerjakan. So, sebelum siap tempur kita harus kudu siapkan pelurunya, Hahaha…
******
Sampai di kontrakan Rusdi, aku makin terkejut. Ternyata yang kumpul bareng bukan hanya Rusdi, Agus, Wawan dan aku saja tapi anak-anak mahasiswa/i yang lainya juga ikutan pada ngumpul di sini. Dengan modal otak pas-pasan dan jalinan persahabatan yang tinggi, akhirnya aku berjuang bersama teman-teman untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Aku tetap berbaiksangka pada bu Dewi. Walaupun sempat terbesit di pikiranku dan teman-teman bahwa ini dosen aneh. “Udah tahu kita mahasiswa kelas karyawan tugasnya banyak benar. Stres kali ibu itu”. Biasanya teman-teman menunggu kami di kantin teknik. Sekarang jadi ikutan belajar kelompok dengan kita. Layaknya ‘sang hero’ dinantikan penggemarnya. Wkwkwk.. Aku hanya tersenyum dengan indah.
“Kok senyum-senyum sendiri Nita. Hati-hati loh, ntar disangka gila hehehe” Rusdi mengejek Nita yang lagi asyik mengajari teman-temannya yang belum paham.
“Awas kamu ya Rusdi, ga ku kasih pinjemin PR lagi loh baru tau rasa”
“ Yah deh,.. maaf.. maaf..” Rusdi memelas-melas sama Nita sambil menyodorkan sebungkus roti. “Ada-ada aja temanku ini. Padahal aku kan bercanda hehehe”
“Aya-aya wae eta dosen teh…sirah abdi mani rieut… tuang teu raos+teu aya rasa… sare oge teu tibra jiga nu ngaronda di tengah peuting. Pokokna mah bete pisan!” keluh Agus.
“Woi gus, jangan pake bahasa planetlah disini. Nita ga ngerti” Aku cemberut menatap Agus.
“Wadaw Ta..Ta.. Kamu masih lum paham juga bahasa sunda disini. Udah 2 tahun loe bermukim di bumi Depok ini. Kacau..kacau..” Wawan menyela percakapan aku dan Agus.
“Udah ga usah sewotlah Wan, artinya apaan tuh?”
“Hmm,… artinya : ada-ada aja tuh dosen. Kepalaku pusing. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak seperti orang yang meronda di tengah malam. Pokoknya bete banget!. Begitulah Ta kira-kira artinya. Betulkan Gus?”
“Betul..betul…”
“Oh, begitu toh. Emang sedikit buat bete tapi lama-lama juga mengasyikkan kok hehe” Aku tersenyum kembali.

Walaupun demikian, kami harus cepat datang juga ke kampus, karena teman-teman yang kerja masih ingin melihat tugas kami. Aku dan teman-teman sangat care, bila ada yang belum selesai satu orang saja, kita akan menunggunya sampai selesai menulis. Setelah itu, baru ketua kelas mengumpulkan tugas-tugas kami dan memberikan kepada dosen yang bersangkutan. Sungguh kasih sayang antara sahabat-sahabatku ini terjalin dengan indah.
“Rusdi, apa yang di maksud dengan CDMA?” bu Dewi tiba-tiba bertanya sambil ketua kelas mengumpulkan PR.
“CDMA adalah sistem multiple akses yang mengimplikasikan bahwa antar user dalam satu sistem dibedakan satu dengan lainnya dengan sebuah kode.”
“Bagus jawabanmu Rusdi”
“Agus, apa penyebab utama interferensi dari jaringan seluler?” tanya bu Dewi pada Agus yang dari tadi duduk dengan menunduk saja, berharap agar tidak dipanggil. Tapi malah dipanggil. “Kasihan banget sih loe gus” bisik-bisik temanku yang duduk dibelakang.
“Anu bu, hmm... auhhh..” Sambil mikir, Agus pun bertanya kepada ku, “Nita jawabannya apa?” Untung aku dah baca terlebih dahulu, “buka buku halaman 98” jawabku pada Agus.
“Penyebab utama dari interferensi pada jaringan selular adalah sumber frekuensi radio pada jaringan, bu”. Akhirnya Agus bisa bernafas lega. “hah… thanks Nita”.

Sering berdiskusi ternyata belum tentu menghasilkan suatu kemampuan yang merata karena kita juga harus membentuk model yang baru pada diri kita sendiri dengan merubah cara berpikir kita, emosi kita, sikap kita, kedewasaan kita dan mengulang-ngulang pelajaran tersebut sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang benar.

Aku bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan tugas diberikan bu Dewi begitu banyak membuat jalinan silaturrahmi antar teman di kampus semakin erat, membentuk kepribadian sahabat sejati dan menambah ilmu pengetahuan kami sehingga kami menjadikan kami personel excellent yaitu pribadi yang unggul. Keuntungan yang diperoleh bukan hanya itu nilai IPK kami satu kelas rata-rata tinggi terutama anak-anak yang senang belajar kelompok dengan kami dan saat UAS kamipun mudah menjawab soal-soal dari para dosen dan mengumpulkannya dengan utuh. Saya yakin dengan bekerja sama dan berpikir optimis bahwa kita bisa mengerjakan hal itu maka semuanya akan berjalan lancar dan sukses. Nothing is impossible, everything is possible if you believe it.

Medan, 15 Juli 2010
~Evi A.~
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.