My Sweet Home
Jalan Cinta Para Pejuang
author

Jalan Cinta Para Pejuang



Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah

chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

***********************************************************************************

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,
mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali,
namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah
sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..
Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..
Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak.
Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur,
datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,
seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,
seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,
sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan,
sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?
Dan lebih dari itu,
’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,
”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.
Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.
Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.
”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.
Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.
Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.
Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang.
Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,
“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.
Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’Ali.
Ia mempersilakan.
Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”


Mencintai tidak lah perlu menjadikan mendayu-dayu atau romantis-romantisan.
Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu.
Jangan mencinta yang lain membesar melebihi cintanya pada Allah. Pernikahan adalah utk melengkapi ibadah, karena itu Ali akhirnya melamar Fatimah.

“Biarkan indah pada waktunya”
“Biarkan kejutan sebagai part terindahnya”.

(kiriman dari sobatku Etu)


♥♥(¯`'•.¸(¯`'•.¸**¸.•'´¯) ¸.•'´ ¯)♥♥ ♥♥(¯`'•.¸(¯`'•.¸**¸.•'´¯) ¸.•'´ ¯)♥♥

Jalan Cinta Para Pejuang
Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang
dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil
tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah
pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan
pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat
kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki
adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia
berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang
pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi
Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak
hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.
”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya.
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa
cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru
tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang
Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang
utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai
beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili
saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud
Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua,
shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini
bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak
jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi
isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan
segala debar hati.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata
sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang
datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami
menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki
urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah.
Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu
mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu
alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan
persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu
yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang
belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia
bicara.
”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan
ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi
pernikahan kalian!”
???
Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki
apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran
tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih,
merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan ’merasa
dikhianati’-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah,
dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang
yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang
kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.
Sergapan rasa memiliki terkadang sangat memabukkan..
Rasa memiliki seringkali membawa kelalaian. Kata orang Jawa, ”Milik
nggendhong lali”. Maka menjadi seorang manusia yang hakikatnya hamba
adalah belajar untuk menikmati sesuatu yang bukan milik kita, sekaligus
mempertahankan kesadaran bahwa kita hanya dipinjami. Inilah sulitnya. Tak
seperti seorang tukang parkir yang hanya dititipi, kita diberi bekal oleh
Allah untuk mengayakan nilai guna karuniaNya. Maka rasa memiliki kadang
menjadi sulit ditepis..
[Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang - Salim A. Fillah]
http://www.kisah.web.id/fiksi/jalan-cinta-para-pejuang.html












Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah

chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

Begini ceritanya... ehm..ehm



Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,
mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali,
namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah
sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..
Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..
Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak.
Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur,
datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,
seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,
seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,
sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan,
sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?
Dan lebih dari itu,
’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,
”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.
Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.
Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.
”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.
Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.
Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.
Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang.
Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,
“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

sumber dari : http://www.kisah.web.id/
author

Menyusuri Ilalang

Menyusuri Ilalang

Suatu pagi aku terbangun dan ingin melaksanakan aktivitas disepertiga malam terakhir. Untuk menemani kekasihku, Tuhan yang telah menciptakanku. Bila ku dekat dengan-Nya, hati dan jiwa tenang serta selalu ingin memuji-Nya. Suasana gelap gulita ditengah rerumputan ilalang. Aku melihat keluar tenda, benar-benar menyeramkan dengan suara elang, jangkrik, tokek dan kodok berkicau merdu. Tapi aku harus bangkit dan keluar menuju kamar mandi. Mau minta ditemani oleh temanku tapi semuanya lagi pada tidur. Aku urungkan niatku untuk membangunkan teman karena aku yakin besok pagi aktivitas sangat padat.

Langkah demi langkah kaki berjalan dikesunyian malam, aku memegang sebuah senter ditangan sendirian. Jaraknya cukup jauh dari tenda. Persis seperti kita berada di sebuah hutan rimba. Aku melihat bayangan putih dan suara-suara aneh. Tubuhku mulai gemetaran, bulu kudu ku mulai merinding dan berdiri. Dalam hati aku hanya membaca ayat kursi. Dengan suara lantang aku berkata : “Allahu Akbar.. Allahu Akbar, maafkan aku penghuni daerah ini. Aku hanya ingin berwudhu di kamar mandi. Mohon jangan ganggu aku”. Setelah berwudhu aku pun kembali dengan langkah kaki cepat menuju ke lokasi, sampai aku pun berlari menuju tenda. Takut nanti ada yang culik aku, bisa ‘berabeh’ deh. hehehe.
“Ahh… untung aku ga nyasar. Kalau nyasar, habislah aku disembunyikan oleh jin”
*****
1 jam kemudian terdengar suara yang ribut di luar tenda,…
“TAR… TAR… TAR… TARRRRR!” Suara peluru sambung menyambung tiada henti selama 30 menit.
Semuanya pada bangun dan suasanapun menjadi heboh.
“Ada apa itu?”
“Ada perangkah atau ada teroris di sini?”
“Benar-benar, gendeng surendeng deh. Jantung hampir copot.” Teriak teman-temanku seperti kambing kebakaran buntut. Bias panik menyelimuti wajah teman-temanku.
Aku hanya tersenyum memandang wajah mereka. Tiba-tiba, salah satu temanku yang lemah gemulai memelukku dengan badan gemetaran. Aku terkejut. Dia sampai menangis karena ketakutan. Maklum ‘anak mami’, jadi agak sedikit manja. Emang susah jika mengajak orang seperti ini ikut camping. Tapi karena ia pintar, harus ikut demi mengharumkan nama sekolah.
“Huahahaha…!” Rina tertawa terbahak-bahak melihat temannya ketakutan begitu.
“Huahahaha… uhuk..uhuk..uhuk!” Rina sampe keselek ketelen tawanya sendiri.
“Rasain, itulah akibatnya jika mengejek kawan sendiri”
“Sudah-sudah.. jangan diributkan lagi masalah ini. Mending kita tanyakan saja sama kakak Pembina besok pagi ketika matahari telah terbit” tukas aku pada teman-teman.
*****
Di lapangan telah berkumpul semua peserta camping dari berbagai kabupaten dan kotamadya Sumatera Utara. Seperti biasa mulai diadakan latihan pemanasan, olah raga pagi. Lalu upacara dan beraktivitas. Ternyata disini juga sebagai tempat latihan para tentara Angkatan Darat. Halangan dan rintangan juga sudah disiapkan.
“Teman-temanku, lihat halangan dan rintangannya. Kayaknya seruuu!”
“Ya seru…” Aku pun mengangguk.

Rintangan pertama, aku harus melewati satu balok panjang dengan cara berjalan di atasnya sedangkan di bawahnya adalah sebuah lubang parit yang lebar dengan ribuan sampah dedauan.
“Alhamdulillah, untung aku ga jatuh ke bawah. Kalau jatuh bisa berubah jadi dekil dan bau deh. Malu ama tentara yang cakep-cakep di sini hehehe.” Mulai deh rayuan gombal ku dalam berkata-kata.

Rintangan kedua, aku juga harus melewati satu balok panjang dengan cara berjalan di atasnya. Bedanya adalah di bawahnya ada sebuah parit yang lebar dengan berbagai serpihan kaca. Mulai aku berjalan perlahan-lahan dan konsentrasi. Mata ku sudah berkunang-kunang karena gemetaran dan membayangkan gimana kalau jatuh ya. Bisa luka-luka nih tubuh.
Tiap langkah demi langkah aku teriak, “Aku bisa… aku bisa… aku bisaa..”.
Tapi saat hampir tiba di ujung balok kayu itu tiba-tiba kaki lemes dan aku terduduk, sambil jalan ‘mengesot-ngesot’ akhirnya sampai juga deh di ujungnya. “Huuhh.. huuhh…” desah nafasku berontak tak tau arahnya lagi.

Rintangan ketiga, aku harus melewati jaring-jaring kawat berduri. Rintangan ini benar-benar melatih kesabaran kita. Karena kita akan merayap-rayap di rumput. Seperti ular yang sedang menari-nari di atas tanah mencari mangsanya. Hehehe. Benar-benar ampun deh, perlahan-lahan kaki dan tangan memainkan perannya hingga menuju akhir finish. “Alhamdulillah, kepalaku dilindungi jilbab, walaupun kena sedikit tapi tidak terluka atau berdarah” gerutuku di dalam hati.

Rintangan keempat, aku harus melewati sebuah parit besar yang berisikan air kotor dengan seutas tali yang dipegang dan mengayun sampai ke ujung finish.
“Waduh, bagaimana nih. Sekali ini aku benar-benar seperti tarzan yang bermain di ranting-ranting pepohonan. Tinggal teman-teman monyetnya aja yang dipanggil.” Aku mengeluh dan sedikit protes. “Bismillah…” Aku teringat dengan kakak Pembina bilang : “Peganglah tali dengan erat dan mundur sejauh mungkin agar bisa melompat dengan jauh, lalu ayunkan tubuh dan bermainlah dengan hati dan jiwa agar pengukurannya tepat sampai sasaran”.
“Alhamdulillah, aku sampai lagi dengan selamat. Hehehe, aku berhasil.” Tapi kasihan temanku, dia basah kuyup karena terjatuh dan bermandikan air kotor.
“Huhu..huhu… hiks… hiks…” tangisan temanku membasahi pipinya. Karena ia malu, seorang gadis yang cantik dan lembut tapi badannya bau dan kotor. Wajahnya pun tak keliatan lagi karena hitam, dekil dengan rambut panjang yang berserakan, persis ‘hantu’ di siang bolong. Hehehe. Aku pun menyeka airmata matanya dengan sapu tangan yang ku miliki. Kegiatan selesai, semua peserta kembali ke tenda masing-masing.
*****
Hari ketiga pun tiba,…
“Kejutan apalagi ya hari ini. Hmm, ternyata kegiatan hiking..”
Hari ini aku dan teman-teman tak bisa mandi. Karena kelelahan aktivitas kemarin, jadi kesiangan deh ke kamar mandinya. Akhirnya hanya cuci muka dan sikat gigi saja. “Sudah lumrahlah bagi anak Pramuka tidak mandi. Yang penting wangi dan bersih, tidak kelihatan dekil” Ketua pramuka berbicara kepada semua anggotanya. Aku pun setuju, yang penting jangan sampai telat ikut upacara apel pagi hari. Hukumannya adalah push-up dan sit-up sampai 50x. “Gila boo.. Capek banget jika harus terjadi. Bisa-bisa pingsan aku” Wakakak..

Perjalanan hiking pun di mulai setelah peluit berbunyi. Aku dan teman-temanku berjalan-jalan ala berbaris gaya tentara sambil bernyanyi.
“Bangun pemuda-pemudi Indonesia. Tangan bajumu singsingkat untuk negara. .Masa yang akan datang, kewajibamu lah. Menjadi tanggunganmu terhadap nusa…” Lantunan nyanyian serempak dari suara anggota Pramuka yang berkorbar mampu menyemangati jiwa kami. Terik matahari pun mulai terasa. Tenggorokan pun mulai kering dan semakin haus. Sampai-sampai pun ludah sendiri ditelan.
“Aneh,… Macem mana nih. Sudah lebih dari 2 jam kita berjalan sampai melewati ilalang, jembatan, jalan besar, tapi kok ga sampai-sampai ya. Mana air tinggal satu botol.” seru temanku sambil kesal.
Lama kelamaan persediaan airpun habis. Kami bingung, karena kami dilarang membeli air minum di jalan dengan menggunakan uang. Kalau ketahuan akan ada sangsinya. Akhirnya aku dan teman-temanku memberanikan diri untuk meminta air pada tetangga di sini.
Alhamdulillah, airpun sudah terisi dengan penuh. Tapi rasa airnya aneh seperti air mentah.
“Ahh, sudahlah. Minum saja. Positive thinking-lah kita ama warga disini.” Seru ketua Pramuka kepada anggotanya.
“Betul juga frend. Daripada kita mati kehausan. Kering kerontanglah tubuh kita. Bisa pingsan di jalanan sunyi dimana kita tak tau arah. Persis kayak tengkorak kurus yang tak berdaging karena hausnya, hehehe..” Teriakku pada teman-teman, walaupun sebenarnya perasaanku tidak enak takut keracunan. Tapi ya sutralah. Yang penting aku tidak dehidrasi.
“Syukuri apa adanya, hidup hanyalah sementara”
Alhamdulillah,… Allahu Akbar… Akhirnya sampai juga di lokasi tujuan. Aku dan teman-teman istirahat sambil menikmati indahnya taman dengan hamparan tumbuh-tumbuhan yang hijau dan udara sejuk dengan semilir angin sepoi-sepoi.
“Kalau tau perjalanan akan seperti ini aku tidak akan ikut” Gerutu ku pada teman-teman.
Tapi perjalanan camping beberapa hari ini emang sangat seru dan memberi kesan yang tak akan terlupa sehingga aku tau banyak hal mengenai kehidupan alam sekitarnya dengan beragam corak manusia. “Betul itu yang kau bilang kawan” sela temanku saat aku berbicara pada ketua. Selanjutnya kita semua duduk dengan santai dan khidmat sambil makan.
*********************************************************************

Medan 06 Juli 2010
~Evi A.~
author

Sang Hero Beraksi

Sang Hero Beraksi

Sebut saja namaku Nita. Aku salah satu mahasiswi di Perguruan Tinggi Negeri di kota Depok. Cukup beken sih kampus itu karena banyak prestasi membuatnya ternama, juga didukung oleh fasilitasnya yang lengkap. Herannya, kenapa semuanya serba kuning disana, padahal tidak pernah dibilang “kampus kuning” oleh segenap orang yang mengenalnya. Tapi jika kita melihat di setiap sudut kampusnya, kita akan menemukan sepeda kuning, halte kuning, bangunan dengan cat kuning, ‘bikun’ alias bis kuning, ‘jakun’ alias jas kuning, untung tidak ada istilah pikun ya hehehe.

Pukul 16.30 WIB kita udah memasuki kelas. Tak terasa lelahnya tubuh ini karena baru pulang kerja langsung kuliah dan memeras otak untuk berpikir tentang pelajaran.
“Huh, demi mendapat ilmu maka aku harus semangat belajar” sahut Nita yang sedang duduk dibangkunya.
10 menit kemudian, masuklah seorang dosen wanita yang sudah tua tapi masih tetap bugar tubuhnya. Kalau dilihat sih, dia usianya 60 tahun keatas atau udah pantas kita panggil nenek.
Mulailah kita belajar dengan tenang, saking tenangnya sampai ada salah seorang temanku tertidur mendengarkan ceramah ibu itu. Biasanya kita memanggilnya ibu Dewi yang membawakan mata kuliah Perencanaan Sistem Transmisi. Kelas ibu Dewi merupakan kelas favorit dibanding dengan kelas pak Ali karena dari senior-senior sebelumnya menyebutkan bahwa ibu ini kalau ngasih nilai ‘royal’ berbeda dengan pak Ali yang super pelit kasih nilainya. Hampir 70% semua mahasiswa kelas karyawan memilihnya.
******
Setelah 2 jam berlalu…
Kami semua dikejutkannya dengan pemberian tugas yang banyak. Dia menyuruh kami untuk mencatat soal-soal yang ada di papan tulis tersebut dan mengumpulkannya minggu depan.
“Uuuhhh…Ah…auhhh.. Dosen yang aneh, udah tau kita semua kerja, masa dikasih tugas banyaknya minta ampun” Teman-teman keliatan kesal. Mata mereka merah saat memandang kertas tugasnya seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.
“Ya, gila! Baru pertemuan pertama sudah begini, bagaimana pertemuan selanjutnya ya?” Jawab Rusdi.

Apa mau dikata, sudah terlanjur kami semua masuk ke sangkar emasnya yang indah itu dan tak mungkin untuk pindah ke lain hati. Hari demi hari dipenuhi dengan mengerjakan soal-soal dari ibu Dewi. Karena baru hari pertama, hanya ibu itu yang memberikan tugas sedangkan dosen lainnya hanya sesi perkenalan saja. “Alhamdulillah…”
******
1 bulan kemudian…
Semua tugas sudah selesai dikerjakan dan mulailah aktivitas rutin di kampus. Aku terpaksa berhenti kerja dari kantor karena dosen banyak memberikan tugas dan tiap aku ke kampus selalu telat. Biasalah Jakarta selalu macet di sore hari. Kalau aku bekerja sambil kuliah, aku bisa tidak lulus dalam beberapa bidang studi dan aku ga mau sistem ngulang di semester depan. Orangtuaku juga menyarankan agar aku segera resign dan ketika aku udah resign, mereka sangat senang melihat aku berhenti kerja, karena hal itu dapat membuat aku lebih fokus pada perkuliahan di kampus.

Ternyata diluar dugaanku, kelas karyawan di kampus ini bukan seperti kampus lainnya yang agak mudah dalam masalah absen. tugas dan ujian. Di sini malah kelas karyawan itu paling banyak tugasnya daripada kelas reguler karena kita dianggap mahasiswa/i yang telah berpengalaman. Memasuki minggu kelima dan seterusnya, tugas dari dosenpun semakin banyak, bukan hanya mencari artikel saja, tapi membuat program bahkan sampai membuat proyek alat persis seperti pembuatan tugas akhir aku saat diploma. Kehadiran siswa juga menjadi penilaian cuma tidak semua dosen melakukan hal tersebut. Biasanya teman-teman yang ga bisa hadir alias telat sering titip absen. Benar-benar teman yg solid persahabatannya. Sikap tersebut sebenarnya ga baik untuk kita tiru, hehehe. Kalau ketahuan dosen bisa berabe boo..

Tugas mata kuliah yang paling dikesalkan semua mahasiswa adalah mata kuliah bu Dewi. Tugasnya itu udah berupa penjelasan pake ‘beranak’ dan ‘bercucu’ pula bahkan kadang-kadang sampai ‘bercicit’. Ga nanggung deh tuh dosen kasih tugasnya. Kita bisa ga tidur sehari-semalam. Kalau dosen lainnya biasanya hanya disuruh cari bahan artikel di internet tapi kalau bu Dewi bisa menghitung rumus, mencari artikel, menjawab pertanyaan tiap a, b, c, d, bahkan pilihannya sampai q. Belumnya lagi tiap huruf itu mengandung pertanyaan lagi. “Bagaimana ya dengan teman-teman yang bekerja?” pikirku dalam hati. Kalau aku sih santai aja karena udah tidak ada beban pekerjaan di kantor. Tak jarang teman-teman melihat pekerjaan rumahku.
“Gue benar-benar bisa stress kalau begini terus. Sebaiknya gue berhenti kerja saja. Nilai gue semester lalu anjlok. Apa kata dunia nanti jika semester ini anjlok lagi?” tukas Wawan dengan wajah berpikir kebingungan karena beban di kantornya menumpuk, belum lagi ia sering ditugaskan ke lapangan, sehingga sering tidak masuk kuliah dan ketinggalan setiap pelajaran di kelas.

Wawan merupakan salah satu sahabatku yang juga sering datang ke kos aku untuk belajar bersama. Dengan senang hati aku pun mengajarinya apa-apa saja yang ingin diketahuinya. Karena prinsipku adalah jika kita ingin pintar dan cerdas, kita harus sering berdiskusi dan berbagi ilmu dengan teman yang lain.

Semakin hari tugas dari bu Dewi semakin banyak dan membuat kita kehabisan waktu bahkan jari-jari tangan kita pada sakit. Kehadiran orang-orang yang pintar di kelas ini selalu dinanti-nantikan dan bahkan diminta datang lebih awal 1 jam sebelum masuk ke kelas. Karena soal seperti itu tidak bisa dikerjakan sendiri. Kami semua lagi asyik kumpul di kantin teknik sambil berinternetan ria dan makan. Beberapa orang teman lagi sibuk menulis dan menyontek tugas dari teman-teman yang sudah selesai mengerjakannya.
“Hmm,… setelah beberapa saat mikir… tuing!” Nita akhirnya dapet ide.
“Guys, gimana kalau kita buat milis. Jadi siapa aja yang udah kelar buat tugas segera upload di milis. Kalau ada yang tulis tangan, harap di scan. Sehingga semua mahasiswa/i bisa mengerjakan tugas dimanapun berada”
“Wah,.. ide loe bagus juga tuh” jawab Agus. Akhirnya, besok Agus membuat sebuah milis khusus ekstensi elektro 2007.
Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Tapi masih belum efisien dan efektif juga. Karena kalau seperti ini yang pintar jadi makin pintar dan yang sedang saja ya tetap begitu saja. Apalagi kalau yang bodoh, bisa jatuh ke dalam lembah yang hitam wkwkwk…
******
Sesampainya aku di kos, aku duduk diteras depan dan berpikir bagaimana mencari cara yang efektif dan efisien agar kemampuan kita bisa merata di semua mahasiswa/i.
“Hmm,… cemana ya”. Aku berpikir sambil tangan memegang dagu.
Aku teringat pernah membaca buku motivasi bahwa kuncinya agar kita dapat melakukan sharing knowledge, sharing experience adalah communication.

Ideku pun keluar lagi. Aku akan buat sebuah sistem baru yaitu:
Pertama, Membuat milis (Mailing List)
Hal ini udah berjalan selama sebulan lebih. Tapi masih belum efektif karena belum tentu tugas itu bisa kelar semuanya. Kalau dikampus manfaatnya juga masih tidak merata.

Kedua, Membuat Kelompok Belajar
Kelompok belajar sangat mendukung komunikasi berlangsung lancar dan berkesinambungan. Karena kita bisa bertukar pikiran, bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan bisa mempertanggungjawabkan hasilnya sehingga bisa mengajari teman-teman lainnya yang belum paham akan suatu materi dari dosen. Bukan hanya itu saja, kita juga bisa berbagi pengalaman terutama dari teman-teman yang sudah bekerja. Dari diskusi kelompok ini akan menghasilkan suatu persahabatan yang memiliki loyalitas dan ketulusan jiwa, kesabaran kita juga semakin terlatih serta rasa kredibilitas sesama teman akan semakin tinggi. Dampaknya luar biasa.

Ketiga, Membagi-bagi Soal kepada Beberapa Teman Belajar
Tugas yang banyak itu dibagi-bagi. Kalau ada 20 soal biasanya kita bagi jadi 4 bagian. Rusdi mengerjakan no 1 sampai 5, Agus no 6 sampai 10, Wawan no 11 sampai 15 dan aku no 16 sampai 20. Tapi aku biasnaya mengerjakan semuanya sebagai jaga-jaga aja, siapa tahu teman-temanku lagi bete, buntu atau terlelap tidur, hehehe

Keempat, Bertanya kepada Dosen atau Mahasiswa yang Pintar
Hal seperti ini pernah aku lakukan dahulu saat kuliah di Medan. Karena aku memiliki kekurangan untuk berpikir agak lambat tapi jika telah mengerti akan sangat cepat dalam mengerjakan sesuatu terutama soal-soal yang diberikan dosen. Biasanya aku bertanya kepada Asisten Dosen atau Laboratorium. Tapi aku juga sering diskusi dengan dosen yang bersangkutan sesuai dengan bidang studi yang ingin kita tanyakan.

Ide-ide ini aku sms-kan kepada teman-temanku khususnya anak-anak ‘Geng Kapuk’. Kita dijuluki anak-anak geng kapuk karena aku sering ngumpul bareng teman-teman yang kos di Kapuk. Ada juga anak-anak yang kos di ‘kutek’ alias Geng Kukusan Teknik. Berbagai julukan selalu muncul di sini. Walaupun kita berkelompok, kita tetap setia kawan dan kompak loh..

Teman-temanku setuju akan ide ini. Hari demi hari tugas semakin banyak. Apalagi tugas dari bu Dewi yang sungguh memeras keringat dan otak untuk bekerja keras.
“Nit, gimana tugas loe dah kelar belum” tanya Rusdi dengan penuh khawatir. Karena biasanya kita semua kumpul di kontrakan Rusdi. Ini anak-anak belum pada kumpul.
“Udah tinggal 1 nomor lagi. Masih nyari nih. Eh, Di jangan panggil aku dengan sebutan Nit napa? Emang aku wanita genit apa?” Jawabku kesal pada Rusdi yang suka manggil nama orang sembarangan.
“Ya deh, ndut” balas Rusdi sambil ajak bercanda.
“Aku sms teman-teman yang lainnya ya agar kumpul di basecamp paling lama jam 1 siang.”
“OK!” Rusdi bernafas lega mendengar balasan dari ku. Karena jika kita tidak kumpul tepat pada waktunya maka bisa saja tuh soal ga selesai dikerjakan dan jadi ga ada sesi tanya jawab. Sebab, bu Dewi suka bertanya kepada mahasiswa/i tentang materi tugas yang dikerjakan. So, sebelum siap tempur kita harus kudu siapkan pelurunya, Hahaha…
******
Sampai di kontrakan Rusdi, aku makin terkejut. Ternyata yang kumpul bareng bukan hanya Rusdi, Agus, Wawan dan aku saja tapi anak-anak mahasiswa/i yang lainya juga ikutan pada ngumpul di sini. Dengan modal otak pas-pasan dan jalinan persahabatan yang tinggi, akhirnya aku berjuang bersama teman-teman untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Aku tetap berbaiksangka pada bu Dewi. Walaupun sempat terbesit di pikiranku dan teman-teman bahwa ini dosen aneh. “Udah tahu kita mahasiswa kelas karyawan tugasnya banyak benar. Stres kali ibu itu”. Biasanya teman-teman menunggu kami di kantin teknik. Sekarang jadi ikutan belajar kelompok dengan kita. Layaknya ‘sang hero’ dinantikan penggemarnya. Wkwkwk.. Aku hanya tersenyum dengan indah.
“Kok senyum-senyum sendiri Nita. Hati-hati loh, ntar disangka gila hehehe” Rusdi mengejek Nita yang lagi asyik mengajari teman-temannya yang belum paham.
“Awas kamu ya Rusdi, ga ku kasih pinjemin PR lagi loh baru tau rasa”
“ Yah deh,.. maaf.. maaf..” Rusdi memelas-melas sama Nita sambil menyodorkan sebungkus roti. “Ada-ada aja temanku ini. Padahal aku kan bercanda hehehe”
“Aya-aya wae eta dosen teh…sirah abdi mani rieut… tuang teu raos+teu aya rasa… sare oge teu tibra jiga nu ngaronda di tengah peuting. Pokokna mah bete pisan!” keluh Agus.
“Woi gus, jangan pake bahasa planetlah disini. Nita ga ngerti” Aku cemberut menatap Agus.
“Wadaw Ta..Ta.. Kamu masih lum paham juga bahasa sunda disini. Udah 2 tahun loe bermukim di bumi Depok ini. Kacau..kacau..” Wawan menyela percakapan aku dan Agus.
“Udah ga usah sewotlah Wan, artinya apaan tuh?”
“Hmm,… artinya : ada-ada aja tuh dosen. Kepalaku pusing. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak seperti orang yang meronda di tengah malam. Pokoknya bete banget!. Begitulah Ta kira-kira artinya. Betulkan Gus?”
“Betul..betul…”
“Oh, begitu toh. Emang sedikit buat bete tapi lama-lama juga mengasyikkan kok hehe” Aku tersenyum kembali.

Walaupun demikian, kami harus cepat datang juga ke kampus, karena teman-teman yang kerja masih ingin melihat tugas kami. Aku dan teman-teman sangat care, bila ada yang belum selesai satu orang saja, kita akan menunggunya sampai selesai menulis. Setelah itu, baru ketua kelas mengumpulkan tugas-tugas kami dan memberikan kepada dosen yang bersangkutan. Sungguh kasih sayang antara sahabat-sahabatku ini terjalin dengan indah.
“Rusdi, apa yang di maksud dengan CDMA?” bu Dewi tiba-tiba bertanya sambil ketua kelas mengumpulkan PR.
“CDMA adalah sistem multiple akses yang mengimplikasikan bahwa antar user dalam satu sistem dibedakan satu dengan lainnya dengan sebuah kode.”
“Bagus jawabanmu Rusdi”
“Agus, apa penyebab utama interferensi dari jaringan seluler?” tanya bu Dewi pada Agus yang dari tadi duduk dengan menunduk saja, berharap agar tidak dipanggil. Tapi malah dipanggil. “Kasihan banget sih loe gus” bisik-bisik temanku yang duduk dibelakang.
“Anu bu, hmm... auhhh..” Sambil mikir, Agus pun bertanya kepada ku, “Nita jawabannya apa?” Untung aku dah baca terlebih dahulu, “buka buku halaman 98” jawabku pada Agus.
“Penyebab utama dari interferensi pada jaringan selular adalah sumber frekuensi radio pada jaringan, bu”. Akhirnya Agus bisa bernafas lega. “hah… thanks Nita”.

Sering berdiskusi ternyata belum tentu menghasilkan suatu kemampuan yang merata karena kita juga harus membentuk model yang baru pada diri kita sendiri dengan merubah cara berpikir kita, emosi kita, sikap kita, kedewasaan kita dan mengulang-ngulang pelajaran tersebut sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang benar.

Aku bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan tugas diberikan bu Dewi begitu banyak membuat jalinan silaturrahmi antar teman di kampus semakin erat, membentuk kepribadian sahabat sejati dan menambah ilmu pengetahuan kami sehingga kami menjadikan kami personel excellent yaitu pribadi yang unggul. Keuntungan yang diperoleh bukan hanya itu nilai IPK kami satu kelas rata-rata tinggi terutama anak-anak yang senang belajar kelompok dengan kami dan saat UAS kamipun mudah menjawab soal-soal dari para dosen dan mengumpulkannya dengan utuh. Saya yakin dengan bekerja sama dan berpikir optimis bahwa kita bisa mengerjakan hal itu maka semuanya akan berjalan lancar dan sukses. Nothing is impossible, everything is possible if you believe it.

Medan, 15 Juli 2010
~Evi A.~
author

Aku Pasti Bisa

Aku Pasti Bisa

Aku belum siap
Untuk bertemu denganmu
Tapi aku yakin
Aku bisa melakukannya dengan baik
Saat yang dinanti itu akan datang

Jantungku berdebar-debar
Ketika waktu itu smeakin dekat
Aku bingung diam seribu bahasa
Diantara daun dan bunga yang berguguran
Menanti kabar darimu

Aku takut luka itu akan datang kembali
Takkan mudah bagiku untuk mengobati
Tapi aku yakin
Semua kan terukir indah
Senyuman dan harapan terpatri di jiwa
Cahaya itu pasti kembali bersinar

Aku tidak boleh putus asa
Segala ketetapan dari-Nya adalah baik
Nikmat yang diberikan-Nya begitu luas
Aku harus maju dan bergerak
Aku pasti bisa
Semangat juang harus hidup sampai akhir

~Evi A.~
Medan, 24 Juli 2010
KOMITMEN MUSLIM SEJATI
author

KOMITMEN MUSLIM SEJATI

Gambar saya ambil dari sembarang google dan hanya edit melalui tambahan hadist



Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam

Sering kita menemukan banyak orang yang menganut Islam sebatas identitas diri saja (Islam KTP-penj) atau menganut Islam karena lahir dari orang tua yang muslim. Bentuk kedua muslim ini pada hakikatnya masih asing dengan Islam dan tidak tahu apa konsekuensi yang harus ditanggung ketika menyatakan diri sebagai muslim.

… Dia (Allah) telah menamai kamu orang-orang muslim sejak dahulu dan begitu pula dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan suapaya kamu semua menjadi saksi atas seluruh manusia…” (Al-Hajj [22] : 78)

Di dalam buku “Apa bentuk Komitmen Saya Kepada Islam” karya : Dr. Fathi Yakan terbagi dua yaitu Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam dan Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Harakah Islamiyah.

I.Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam
1.Saya Harus Mengislamkan Aqidah Saya
2.Saya Harus Mengislamkan Ibadah Saya
3.Saya Harus Mengislamkan Akhlak Saya
4.Saya Harus Mengislamkan Keluarga dan Rumah Tangga Saya
5.Saya Harus Mampu Mengalahkan Nafsu Saya
6.Saya Harus Yakin Bahwa Hari Esok Milik Islam

II.Bentuk Komitmen Saya Kepada Harakah Islamiyah?
1.Saya Harus Mempersembahkan Hidup Saya Untuk Islam
2.Saya Harus Meyakini Kewajiban Berjuang untuk Islam
3.Harakah Islamiyah : Tugas, Karakteristik, dan Bekal
4.Saya Harus Memahami Lika-Liku Perjuangan Islam dan Alasan Harus memilih Harakah Islamiyah
5.Saya Harus Memahami Dimensi dalam Berkomitmen kepada Harakah Islamiyah
6.Saya Harus Membangun Pilar-pilar Perjuangan Islam
7.Saya Harus memahami Syarat-syarat Baiat dan Keanggotaan

I.Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam
Berikut adalah karakter-karakter yang harus dimiliki oleh setiap orang agar menjadi muslim sejati:

1.Saya Harus Mengislamkan Aqidah Saya
Syarat pertama menjadi muslim yang baik adalah memiliki aqidah yang benar dan lurus, sesuai dengan arahan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw.
Beberapa tuntutan menjadi Muslim sejati dalam beraqidah yaitu :
a.Percaya (beriman) bahwa pencipta alam raya ini adalah Allah Yang Mahabijaksana, Mahakuasa, Maha mengetahui dan Mahahidup. Buktinya, alam ini bergerak dengan sebuah sistem yang sangat baik, teliti & rapi. (Al-Anbiya’:22)
b.Percaya (beriman) bahwa Allah yang Maha Tinggi tidak menciptakan alam raya ini secara main-main, dan tanpa tujuan. (Al-Mukminun : 115-116)
c.Percaya (beriman) bahwa Allah swt telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci sebagai sarana agar manusia mengenal-Nya, menjelaskan tujuan penciptaan diri mereka, asal-usul, dan tempat kembali mereka (An-Nahl : 36)
d.Percaya (beriman) bahwa tujuan dari keberadaan manusia di dunia adalah mengenal Allah dengan sifat-sifat yang diterangkan langsung oleh-Nya, agar manusia taat dan menyembah-Nya. (Adz-Dzariyat : 56-58)
e.Percaya (beriman) bahwa orang mukmin yang taat akan mendapat balasan surga dan orang kafir yang bermaksiat akan mendapat balasan neraka. (Asy-Syura : 7)
f.Percaya (beriman) bahwa manusia melakukan amal yang baik dan buruk dengan pilihan dan kehendaknya sendiri kecuali karena pertolongan Allah. (Asy-Syams: 7-10) dan (Al-Muddatstsir : 38)
g.Percaya (beriman) bahwa hanya Allah yang berhak membuat hukum dan siapa pun tidak boleh melanggarnya. (Asy-Sura : 10)
h.Berusaha mengenal Allah dengan mengetahui nama-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan kebesarannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
i.Berusaha memikirkan makhluk Allah dan tidak memikirkan Dzat-Nya. (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilyah)
j.Mengenai sifat-sifat Allah swt, banyak ayat Al-Qur’anul Karim yang menerangkan kesempurnaan Allah yang hakikatnya tidak bisa diukur oleh kemampuan akal manusia.
k.Yakin bahwa pendapat generasi salaf lebih layak diikuti untuk untuk menyelesaikan masalah ta’wil dan ta’thil (menafikan sifat-sifat Allah).
l.Harus menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan-Nya. (An-Nahl : 36)
m.Hanya takut kepada Allah dan tidak pernah takut kepada aapun selain dari-Nya. (Al-Mulk : 12) dan (An-Nur : 52)
n.Selalu mengingat Allah dan senantiasa berdzikir kepada-Nya. (Ar-Rad : 28)
o.Cinta kepada Allah yang membuat diri semakin rindu kepada keagungan-Nya dan hati terpaut kepada-Nya sehingga memotivasi untuk berbuat baik dan semangat berkorban serta berjihad di jalan-Nya (At-Taubah : 24)
Sebagai sarana manisnya iman yaitu lebih mencintai Allah dan Rasulnya, mencintai orang lain karena Allah dan tidak suka kembali kepada kekafiran. (HR. Bukhari)
p.Bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan dan menyerahkannya kepada Allah sehingga menumbuhkan semangat seberat apapun kesulitan yang dihadapi akan tetap di arungi (Ath-Thalaq : 3)
q.Bersyukur kepada Allah atas segala nikmat, karunia dan rahmat-Nya yang tidak terhingga.(An-Nahl : 78), (Yasin : 33-35), (Ibrahim : 7)
r.Selalu memohon ampun kepada Allah. Istigfar dapat menghapus kesalahan, memperbaharui taubat dan iman serta melahirkan ketenangan. (An-Nisa’ : 110), (Ali Imran : 135-136)
s.Selalu merasa diawasi oleh Allah, baik dalam kondisi tersembunyi maupun terang-terangan (Al-Mujadilah : 7)

2.Saya Harus Mengislamkan Ibadah Saya
Ibadah dalam perspektif Islam adalah kepasrahan total dan merasakan keagungan Allah dimana menghubungkan makhluk dengan Penciptanya.
Beberapa tuntutan untuk menjadi muslim sejati :
a.Menjalankan ibadah dengan penuh makna dan tersambung dengan Allah.
b.Melakukan ibadah dengan khusyuk sehingga merasakan hangatnya hubungan dengan Allah dan nikmatnya kekusyukan.
c.Melakukan ibadah dengan hati yang selalu hadir dan lepas dari segala bentuk kesibukan serta intrik duniawi di sekitarnya.
d.Merasakan ibadah dengan perasaan kurang dan kurang sehingga tidak pernah puas dan dengan perasan lapar sehingga tidak pernah kenyang.
e.Berusaha selalu mengerjakan shalat malam (tahajud) dan selalu konsisten. (Adz-Dzariat : 17-18), (As-Sajadah:16)
f.Meluangkan waktu khusus untuk mempelajari dan merenungkan Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur (merenungkan), tafakur (mengkaji), khusyu, dan sedih (Al-Isra : 78), (Al-Hasyr:21).
g.Menjadikan do’a sebagai tangga menuju Allah dalam setiap urusan.

3.Saya Harus Mengislamkan Akhlak Saya
Moral (akhlak) mulia adalah tujuan utama dari risalah Islam. Iman tidak berarti apa-apa jika tidak melahirkan akhlak. (Al-Baqarah:177), (Al-Hajj:41), (Al-‘Ankabut:45).
Beberapa sifat penting yang harus dimiliki seseorang agar menjadi muslim sejati dalam berakhlak yaitu :
a.Menjauhi perkara-perkara yang syubat.
b.Menjaga pandangan. (An-Nur : 30)
c.Menjaga ucapan atau lisan seperti ucapan yang tidak bermanfaat dan kotor, ghibah, mengadu domba dan ungkapan jelek atau kasar.
d.Malu
Maksudnya senantiasa memiliki rasa malu dalam setiap kondisi, tetapi tidak menghalangi keberaniannya untuk menyatakan kebenaran.
e.Lapang dada, sabar dan tenang. (Az-Zumar:10), (An-Nur:22), (Asy-Syura:43)
f.ujur
g.Rendah hati (Tawadhu)
h.Menghindarkan prasangka buruk, ghibah, dan tidak mencari-cari kesalahan orang Islam. (Al-Hujarat:12), (Al-Ahzab:58)
i.Murah hati dan dermawan. (Al-Baqarah : 3 dan 272)
j.Menjadi teladan yang baik bagi orang lain.

4.Saya Harus Mengislamkan Keluarga dan Rumah Tangga Saya
Adalah membawa misi Islam ke dalam lingkup masyarakat kecil yaitu keluarga (istri dan anak). Kemudian menyebarkannya ke sanak keluarga, di mulai dari yang terdekat. (At-Tahrim: 6)
a.Tanggung jawab atas pernikahan yaitu :
-Pernikahan harus didasari niat karena Allah. Maksudnya, untuk membangun keluarga muslim, melahirkan keturunan yang shalih, snaggup mengemban amanah, dapat mewujudkan, melahirkan, dan menjaga kesinambungan hidayah.
-Selektif dalam menjatuhkan pilihan kepada wanita yang akan dipersunting sebagai pendamping hidup dan teman perjalanan di dunia.
-Memilih calon istri yang memiliki akhlak yang baik dan shalihah, meskipun kurang dari segi harta dan kecantikannya.
-Selalu berhati-hati agar tidak melanggar perintah Allah dalam masalah ini, menjaga diri dari murka Allah dan balasan-Nya
b.Tanggung jawab setelah menikah
-Berbuat baik kepada istri dan mempergaulinya dengan cara yang baik pula supaya terbangun kepercayaan di antara keduanya.
-HUbungan dengan istrinya tidak hanya sebatas hubungan seks dan nafsu, namun terbangun kesamaan pikiran, semangat dan emosi. (Thaha:132)
-Semua hubungan yang terjalin dengan istri harus senantiasa selaras dengan ajaran syariat.
c.Tanggung jawab suami-istri dalam mendidik anak
Membangun perpaduan suami-istri dalam mendidik anak dengan pendidikan islami yang ideal. Setiap bayi terlahir dengan fitrah. Jika kelahirannya disambut dengan pendidikan yang benar, maka akan jadi anak yg shalih. (Al-Furqan : 74)

5.Saya Harus Mampu Mengalahkan Nafsu Saya
a.Dalam menghadapi nafsu, manusia terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1)Orang yang mengalahkan nafsunya yaitu orang-orang yang maksum.
2)Orang yang dikuasai nafsunya. Akibatnya berorientasi pada duniawi dan materi. Mereka adalah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikuti jalan mereka yaitu orang-orang yang melupakan Allah. (Al-Jatsiyah: 23)
3)Orang yang selalu berusaha keras mengontrol diri dan melawan nafsunya. Mereka berbuat salah, tapi segera menyesal dan bertaubat.(Ali Imran:135)

b.Faktor-faktor yang menunjang keberhasilan dalam melawan nafsu
1)Hati, yaitu apabila hati tetap hidup, lembut, jernih, keras, dan bercahaya. (Al-Anfal:2), (Muhammad: 24)
2)Akal, yaitu akal yang dapat memandang dengan jernih, paham, dapat membedakan yang baik dan buruk, mengadopsi ilmu dan pengetahuan yang mendekatkan diri kepada Allah dan mengenal keagungan serta kekuasaan-Nya. (Fathir: 28), (An-Nur : 40)
3)Bentuk-bentuk kekalahan dalam melawan nafsu :
Yaitu, jalan-jalan godaan setan pada dirinya bertambah banyak sehingga timbul penyakit waswasah (gangguan yang membuatnya selalu ragu). Setan menjadi qarin (pendamping setia) baginya. (Al-Mujadilah: 9), (Al-A’raf : 16-17), (Al-Hasryr: 16)
4)Cara membentengi diri dari godaan setan:
-Tamak dan berprasangka buruk. Keduanya aku lawan dengan qanaah dan percaya.
-Cinta dunia dan angan-angan. Keduanya aku lawan dengan rasa takut dan kematian yang datang tiba-tiba.
-Suka santai dan mencari kesenangan. Keduanya aku lawan dengan keyakinan nikmat akan sirna dan timbangan yang buruk ketika menghadap Allah.
-Ujub (membanggakan diri). Aku melawannya dengan yakin akan anugerah Allah dan takut menerima akibat yang buruk.
-Menganggap rendah dan tidak menghormati orang lain. Keduanya aku lawan dengan mengenali hak dan kehormatan mereka.
-Hasad (dengki). Aku melawannya dengan qana’ah dan ridha dengan nasib setiap makhluk yang telah ditentukan oleh Allah.
-Riya’ dan mengharapkan pujian dari orang lain. Keduanya aku lawan dengan ikhlas.
-Kikir. Aku melawannya dengan keyakinan bahwa semua yang ada di tangan manusia akan sirna, sedangkan apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi.
-Sombong. Aku melawannya dengan rendah hati (tawadhu’)
-Tamak dengan dunia. Aku melawannya dengan keyakinan apa yang ada di sisi Allah dan zuhud terhadap aoa yang dimiliki oleh manusia.
Sarana lain yang sangat dibentengi dalam Islam untuk membentengi diri dari segala godaan dan tipu daya iblis adalah mengingat Allah (zikir) ketika memulai pekerjaan, membaca Al-Qur’an dan istighfar. Juga bisa dilakukan dengan menghindari kekenyangan sekalipun dari makanan yang halal dan bersih. (Al-A’raf: 31). Cara lain adalah tidak tergesa-gesa dan berhati-hati dalam melakukan segala urusan. (Al-A’raf: 201)

6.Saya Harus Yakin Bahwa Hari Esok Milik Islam
Mengimani Islam sebagai jalan hidup harus mendorong pada tingkat keyakinan bahwa masa depan adalah milik Islam. Islam adalah satu-satunya manhaj yang sesuai dengan segala kebutuhan dasar manusia, dan dapat menyelaraskan antara tuntutan jiwa dan materi pada manusia. Sifat Rabbaniyah pada manhaj Islam adalah corak (shibghah) khusus yang menjadikan Islam berada di garis depan. (Al-Baqarah: 138)
Yakin dengan kelemahan sistem buatan manusia :
Kita harus mengetahui batas kelemahan dan kegagalan yang dialami oleh sistem-sistem positif buatan manusia seantero dunia- baik kapitalisme, demokrasi, liberalism, sosialisme, maupun komunisme- karena sifat buatan manusia terbatas, lemah, serba kekurangan dan temporer.

II.Bentuk Komitmen Saya Kepada Harakah Islamiyah
Komitmen seseorang terhadap gerakan Islam harus terlebih dahulu didasari oleh adanya sejumlah sifat dan karakteristik yang menunjukkan komitmennya kepada Islam. Hal ini menjadikan fokus gerakan Islam adalah mempersiapkan individu agar menjadi muslim sejati sebelum merekrutnya sebagai anggota gerakan.

1.Saya Harus Mempersembahkan Hidup Saya Untuk Islam

Kita dituntut agar mengabdikan diri untuk Islam, mengarahkan hidup kita untuk Islam, dan menggunakan segenap kemampuan serta potensi kita untuk memperkuat kedudukan Islam dan mengangkat pilarnya.
Berkenaan dengan hal ini manusia terbagi 3 golongan :
a.Sebagian manusia mengabdikan hidupnya hanya untuk kehidupan dunia, mereka a/ kaum materialis, baik dari keyakinan maupun kenyataannya. (An-Na’am: 29)
b.Ada manusia yang hidupnya tidak jelas, mereka memiliki keyakinan yang labil dan banyak melakukan penyhimpangan, tetapi menganggap semua yang dilakukannya benar dan baik. (Muhammad: 12), (Al-Baqarah: 204-205)
c.Manusia yang menganggap kehidupan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat. (Al-An’am: 32)

Bagaimana cara mengabdikan hidup untuk Islam:
a.Mengerti tujuan hidup (Adz-Dzariat: 56)
b.Mengetahui nilai dunia jika dibandingkan dengan nilai akhirat (At-Taubah: 38)
c.Mengetahui bahwa mati adalah sebuah kepastian dan mau mengambil naseihat darinya. (Ar-Rahman: 26-27)
d.Mengetahui hakikat Islam dengan berusaha memahami (tafaqquh), belajar (ta’allum), dan mengerti segenap prinsip aqidah, hukum, hal-hal yang halal dan haram (Tha haa: 114)

Karakter manusia yang mengabdikan hidup untuk Islam:
a.Memiliki komitmen konkret terhadap Islam. Di wujudkan karena iman yang terpatri di hati & dibuktikan dengan perbuatan. (Al-Baqarah: 44), (Ash-Shaff: 3)
b.Memberi perhatian terhadap kemaslahatan Islam
c.Teguh memegang kebenaran dan percaya kepada Allah. (Ali Imran: 139)
d.Komitmen dengan perjuangan Islam dan bekerja sama dengan sesama aktivitis. (Al-Qashah: 35), (Al-Ma’idah: 2).
“Kebersamaan adalah berkah, kebersamaan adalah rahmat dan perpecahan adalah azab”

2.Saya Harus Meyakini Kewajiban Berjuang untuk Islam
Berjuang untuk Islam, yakni membangun kepribadian yang mengimplementasikan Islam, baik aqidah maupun akhlak.

3.Harakah Islamiyah : Tugas, Karakteristik, dan Bekal
1)Tugas Harakah Islamiyah
Tugas hgarakah Islamiyah adalah mengarahkan manusia untuk menyembah Allah Ta’ala, baik indivisu maupun kelompok melalui usaha membangun masyarakat islami yang mengadopsi hukum-hukum dan ajaran-ajarannya dari Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw.

2)Karakteristik Prinsip Harakah Islamiyah
a.Rabbaniyyah
b.Independen
c.Modern
d.Komprehensif
e.Menghindari permasalahan-permasalahn khilafah dalam bidang fiqih

3)Karakteristik Pergerakan
a.Jauh dari kendali penguasa dan politisi
b.Bertahap : Ta’rif (Pengenalan), Takwin (Pembinaan), Tanfidz (Pelaksanaan)
c.Lebih banyak beramal dan berkarya daripada melakukan propaganda dna publikasi
d.Taktik bernafas panjang (dikutip untuk kalangan terbatas di Kuwait)
e.Terbuka dalam aktivitas dan tertutup dalam persiapan
f.Uzlah secara maknawi bukan jasadi
g.Tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan

4)Bekal Harakah islamiyah
Bekal Harakah Islamiyah menurut Asy-Syahid Imam Hasan Al-Banna yaitu :
“Bekal kita adalah bekal generasi salaf sebelum kita dan senjata yang digunakan oleh pemimpin dan teladan kita Muhammad, Rasullullah saw, para sahabatnya ketika menyerbu dunia. Didukung oleh jumlah pasukan yang kecil, logistic yang sangat terbatas namun usaha mereka sangat maksimal. Itulah dsenjata yang kita bawa untuk menyerbu dunia kembali.”

4.Saya Harus Memahami Lika-Liku Perjuangan Islam dan Alasan Harus memilih Harakah Islamiyah
5.Saya Harus Memahami Dimensi dalam Berkomitmen kepada Harakah Islamiyah
6.Saya Harus Membangun Pilar-pilar Perjuangan Islam
7.Saya Harus memahami Syarat-syarat Baiat dan Keanggotaan


ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄ஐ▄▄

Semoga apa yang evi sampaikan dapat kita ambil hikmahnya ya sahabat-sahabatku dimanapun kita berada. Teruslah engaku berkarya. Teruslah engkau berdakwah. Sampaikanlah kebaikan-kebaikan walaupun hanya 1 ayat, sesuatu yang engkau pahami dan bernilai bermanfaat bagi orang lain. Janganlah engkau berkecil hati karena tidak bisa menulis atau tidak mengungkapkan dengan kata-kata yang indah. Tapi berikanlahapa yang engkau bagi dengan sahabat-sahabatmu. Semoga kita senantiasa selalu bertaubat dan memohon ampun pada Allah. Kita hanyalah manusia yang sering lupa dan berbuat khilaf, tiada yang sempurna kecuali Allah swt. Tetap semangat, tetaplah terus beraktualisasi diri, tetaplah tersenyum sehingga kebahagiaan dan keikhlasan menyelimuti relung jiwa kita dan cahaya iman kita tak akan pernah padam.

Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

~Evi A.~
Medan, 25 Juli 2010

Referensi : Apa bentuk komitmen saya kepada Islam karya Dr. Fathi Yakan

author

Muahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Muaqabah dalam Membangun Hari Esok yang lebih baik

Muahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Muaqabah dalam Membangun Hari Esok yang lebih baik


Allah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr : 18)


Adalah menjadi kewajiban setiap orang merancang dan mempersiapkan hari esok yang lebih baik.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa seorang akan merugi kalau hari esoknya sama saja dengan hari ini, bahkan dia menjadi terkutuk jika hari ini lebih buruk dari kemarin. Seseorang baru dikatakan bahagia, jika hari esok itu lebih baik dari hari ini.

Membangun hari esok yang baik, sesuai dengan ayat (wahyu Allah SWT) di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan di akhiri dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berfikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah dengan taqwa.

Semestinya orang Mukmin punya langkah antisipatif terhadap kemungkinan yang dapat terjadi esok disebabkan kelalaian hari ini.

Seorang mukmin sudah dapat memprediksi dan mempersiapkan hari esok yang lebih baik, dinamis, lebih mapan, lebih produktif dari pada hari ini.

Simpulannya, mesti ada peningkatan prestasi dari hari ke hari. Hari esok dapat berarti masa depan dalam kehidupan pendek di dunia ini.

Hari esok juga berarti pula hari esok yang hakiki, yang kekal abadi di akhirat kelak.

Hari esok mesti dirancang harus lebih baik dari hari ini, dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan melaksanakan lima “M ” ; yaitu Mu’ahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Mu’aqabah.[1]

1. Mu’ahadah

Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT. Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam gaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.

Kontrak tauhid ini terjadi ketika manusia masih dalam keadaan ruh belum berupa materi (badan jasmani). Karena itu, logis sekali jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid tersebut.

Mu’ahadah konkritnya diikrarkan oleh manusia mukmin kepada Allah setelah kelahirannya ke dunia, berupa ikrar janji kepada Allah. Wujudnya terefleksi minimal 17 kali dalam sehari dan semalam, bagi yang menunaikan shalat wajib, sebagaimana tertera di dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami sembah, dan engkau semata pula tempat kami menyandarkan permohonan dan permintaan pertolongan.

Ikrar janji ini mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah. Mengakui tidak ada lain yang berhak disembah dan dimintai pertolongan, kecuali hanya Allah semata.

Tidak ada satupun bentuk ibadah dan isti’anah (Permintaan Pertolongan) yang boleh dialamatkan kepada selain Allah SWT.[2]

Mu’ahadah yang lain adalah ikrar manusia ketika mengucapkan kalimat “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya kuperuntukkan (ku-abdikan) bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam.”

2. Mujahadah

Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya manusia.

Dengan beribadah, manusia menjadikan dirinya ‘abdun (hamba) yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada Ma’bud (Allah Maha Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib berbakti (beribadah).

Mujahadah adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Allah, sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Di antara perintah Allah SWT kepada manusia adalah untuk selalu berdedikasi dan berkarya secara optimal.

Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat: 5,

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.”

Orang-orang yang selalu bermujahadah merealisasikan keimanannya dengan beribadah dan beramal shaleh dijanjikan akan mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk menuju (ridha) Allah SWT hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah diberikan kepada yang terus bermujahadah dengan istiqamah.

Kecerdasan dan kearifan akan memandu dengan selalu ingat kepada Allah SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu dan syetan yang terus menggoda.

Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah (menyaksikan) keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.

Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah sebenarnya yang disebut mujahidin ‘ala nafsini wa jawarihihi, yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya.

Syeikh Abu Ali Ad Daqqaq mengatakan: “Barangsiapa menghias lahiriahnya dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah.”

Imam Al Qusyairi an Naisaburi [3] mengomentari tentang mujahadah sebagai berikut:

« Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari kebaikan; Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua ingkar terhadap ketaatan.

Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.

Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar.

Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah.

Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya sangatlah sulit. »

Mujahadah adalah suatu keniscayaan yang mesti diperbuat oleh siapa saja yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan taqwa.

“Dan sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan adal di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Qaaf: 16-18).

3. Muraqabah

Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.

Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.

Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, « “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.” »

Syeikh Abu Utsman Al Maghriby mengatakan, « “Abu Hafs mengatakan kepadaku, ‘manakala engkau duduk mengajar orang banyak jadilah seorang penasehat kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh ramainya orang berkumpul di sekelilingmu, sebab mungkin mereka hanya melihat wujud lahiriahmu, sedangkan Allah SWT memperhatikan wujud batinmu.” »

Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.

Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.

« Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun dan di manapun engkau berada.

Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau realisasikan dalam hidupmu. Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri.

Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin, karena malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah SWT Maha Mengetahui segala hal di dalam batin.

Seharusnya engkau malu kepada Allah SWT dalam setiap kesempatan dan seyogyanya hukum Allah SWT menjadi pegangan dlam keseharianmu.

Jangan engkau turuti hawa nafsu dan bisikan syetan, jangan sekali-kali engkau berbuat riya’ dan nifaq. Tindakan itu adalah batil. Kalau engkau berbuat demikian maka engkau akan disiksa.

Engkau berdusta, padalah Allah SWT mengetahui apa yang engkau rahasiakan. Bagi Allah tidak ada perbedaan antara yang tersembunyi dan yang terang-terangan, semuanya sama.

Bertaubatlah engkau kepada-Nya dan dekatkanlah diri kepada-Nya (Bertaqarrub) dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.” » [4]

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya DIA yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya DIA yang mematikan dan yang menghidupkan.” (QS. An-Najm: 39-44)

4. Muhasabah

Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.

Dengan melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. melaksanakan shalat shubuh. Selesai salam, ia menoleh ke sebelah kanannya dengan sedih hati. Dia merenung di tempat duduknya hingga terbit matahari, dan berkata ;

« “Demi Allah, aku telah melihat para sahabat (Nabi) Muhammad SAW. Dan sekarang aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka sama sekali. Mereka dahulu berdebu dan pucat pasi, mereka melewatkan malam hari dengan sujud dan berdiri karena Allah, mereka membaca kitab Allah dengan bergantian (mengganti-ganti tempat) pijakan kaki dan jidat mereka apabila menyebut Allah, mereka bergetar seperti pohon bergetar diterpa angin, mata mereka mengucurkan air mata membasahi pakaian mereka dan orang-orang sekarang seakan-akan lalai (bila dibandingkan dengan mereka).” »

Muhasabah dapat dilaksanakan dengan cara meningkatkan ubudiyah serta mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Berbicara tentang waktu, seorang ulama yang bernama Malik bin Nabi berkata ; « “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali ia berseru, “Wahai anak cucu Adam, aku ciptaan baru yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.” » [5]

Waktu terus berlalu, ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Allah SWT bersumpah dengan berbagai kata yang menunjuk pada waktu seperti Wa Al Lail (demi malam), Wa An Nahr (demi siang), dan lain-lain.

Waktu adalah modal utama manusia. Apabila tidak dipergunakan dengan baik, waktu akan terus berlalu. Banyak sekali hadits Nabi SAW yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin.

“Dua nikmat yang sering disia-siakan banyak orang: Kesehatan dan kesempatan (waktu luang).” (H.R. Bukhari melalui Ibnu Abbas r.a).

5. Mu’aqabah

Muaqabah artinya pemberian sanksi terhadap diri sendiri. Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa berat, seperti berinfaq dan sebagainya.

Kesalahan maupun dosa adalah kesesatan.

Oleh karena itu agar manusia tidak tersesat hendaklah manusia bertaubat kepada Allah, mengerjakan kebajikan sesuai dengan norma yang ditentukan untuk menuju ridha dan ampunan Allah.

Berkubang dan hanyut dalam kesalahan adalah perbuatan yang melampaui batas dan wajib ditinggalkan.

Di dalam ajaran Islam, orang baik adalah orang yang manakala berbuat salah, bersegera mengakui dirinya salah, kemudian bertaubat, dalam arti kembali ke jalan Allah dan berniat dan berupaya kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya untuk kedua kalinya.

Shadaqallahul’azhim. Allahu A’lamu Bissawab.

Catatan kaki ;

[1] Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’

[2] Demikian komentar Imam as Syaukani dalam kitab tafsirnya ‘Fathul Qadir’ dan Syeikh Ali As Shabuni dalam kitab tafsirnya ‘Shafwatut Tafaasir’.

[3] Kitab tasawuf, “Risalatul Qusyairiyah”.

[4] Syeikh Abdul Kadir Jailany memberikan nasehat kepada kita sebagaimana yang terdapat dalam kitabnya Al Fathu Arrabbaani wa Al Faidh Ar Rahmaani.

[5] Malik bin Nabi dalam bukunya Syuruth An Nahdhah

(dari : sahabatku Ustad Abdul Azis)
Dahsyatnya Law of Attractions
author

Dahsyatnya Law of Attractions



Dahsyatnya Law of Attractions



Mungkin sebagian dari kita masih bingung dan ‘asing’ dengan istilah Law of Attraction atau sudah pernah mendengarnya tapi belum paham apakah itu Law of Attraction?
Law of Attraction atau Hukum Daya Tarik Menarik menyatakan: “Sesuatu akan menarik pada dirinya segala hal yang satu sifat dengannya”. Penjabarannya adalah ketika kita berpikir positif maka hasil tindakan kita akan positif juga. Dan sebaliknya ketika kita berpikir negatif maka hasil dari tindakan kita akan tertuju pada yang negatif juga. Mengapa demikian? Karena pikiran yang positif akan menarik hal-hal atau kejadian yang bersifat positif, begitu juga pikiran negatif akan menarik hal-hal atau kejadian yang bersifat negatif. Ungkapan ini terlihat sederhana tapi maknanya luar biasa. Jika kita bisa mengamalkan atau mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari maka kita akan mudah menentukan bagaimana hasil masa depan kita dengan mengatur pola pikir kita. Pada tahun 1906, Elizabet Towne mengatakan: “Manusia adalah magnet, dan setiap detail peristiwa yang dialaminya datang atas daya tarik-menarik (undangan) nya sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita lebih senang berkumpul dan berbicara kepada orang yang satu hobi daripada yang berbeda hobi dengan kita. Selain itu, kita pernah merasakan sesuatu yang kita lakukan itu selalu terkesan sulit. Mengapa? Karena segala sesuatu yang kita alami akan masuk ke dalam hidup kita melalui pikiran-pikiran kita sendiri. Jadi tubuh dan jiwa kita itulah yang menyebabkan kita melakukan berbagai tindakan yang kita inginkan. Jika kita berpikir mudah, maka kesulitan itu tidak tercipta. Jika kita berpikir selalu dalam kekurangan maka kita tidak bisa menarik kekayaan. Jika perasaan kita selalu bahagia, senang, bersyukur atas apa yang ada serta menikmati segala proses yang sedang kita laksanakan maka semua keberuntungan akan mengalir dalam kehidupan kita. Kesedihan pun akan jarang terjadi. Sebab perasaan cinta dan kasih sayang kita lebih kuat dan kita sering memikirkan ‘apa saja yang kita suka’ daripada ‘apa yang tidak kita suka’.

Berikut saya akan memberikan sedikit contoh agar kita lebih memahami tentang hukum daya tarik-menarik (Law of Attraction). Beberapa hari yang lalu saya mengikuti ujian Tes Potensi Akademik (TPA), saat baru memulai ujian tersebut tiba-tiba perut saya sangat sakit. Tangan saya mulai keringatan dan perasaan saya selalu diselimuti ketakutan.
“Gimana ya? Apakah saya mampu menjawab soal-soal ini dalam keadaan sakit begini.”
Lalu 5 menit kemudian saya berusaha menenangkan pikiran saya dan tarik nafas pelan-pelan.
Saya berbicara kepada diri sendiri: “Perut, janganlah engkau sakit sekarang. Berilah saya kesempatan untuk menjawab soal-soal ini dengan hasil yang baik dan maksimal. Ya Allah, sembuhkan sakit ini agar saya mudah melaksanakan ujian ini”.
Lima belas menit kemudian kertas jawaban dibagikan dan menyusul buku soal. Ketika pengawas mengatakan waktu untuk menjawab soal dimulai, perut saya sudah tidak sakit lagi. Contoh lainnya yang mungkin sering kita alami adalah sakit kepala atau pusing. Coba kita tenangkan pikiran kita, tarik, tahan dan buang nafas perlahan-lahan sambil kita berpikir yang indah-indah atau kosongkan pikiran yang menjadi beban kehidupan kita, pasti kita akan mengalami perasaan nyaman dan kepala tidak pusing lagi. Itulah realitas yang terbentuk dari segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan kita. Diri kita ini seperti magnet yang akan menarik apa saja yang kita rasakan atau pikirkan. Hal ini juga dikatakan oleh Ibnu Sina: “Pikiran seseorang dapat mempunyai pengaruh bukan saja terhadap tubuhnya sendiri, melainkan terhadap tubuh orang lain walaupun dalam jarak yang amat jauh. Pikiran itu dapat mempesonakan dan mengubah mereka; membuat mereka sakit, atau memulihkan kesehatan mereka”. Oleh sebab itulah banyak peneliti hingga sekarang melakukan penelitian terhadap kekuatan daya tarik-menarik dari pikiran manusia yang dahsyat tersebut di berbagai bidang terutama memanfaatkan potensi manusia untuk mempengaruhi tubuh dalam melakukan penyembuhan baik diri sendiri ataupun orang lain.

Kadang kita juga pernah mengalami sesuatu perasaan kecewa karena telah disakiti oleh orang lain sehingga membuat emosi kita tidak stabil atau marah. Saat itu ada teman yang ingin berbicara pada kita, lalu secara spontan kita memarahinya juga sedangkan dia tidak melakukan kesalahan pada kita. Itulah contoh pikiran yang negatif. Atau saat kita dalam perjalanan pergi ke suatu tempat dan hujan turun sangat deras. Ada beberapa orang yang mengalaminya, jika kondisi dalam keadaan tenang, tidak gelisah dan berpikir yakin bahwa Allah akan menolong kita, tiba-tiba sesaat kemudian hujan itu berhenti dan kita dapat tiba di tempat tersebut dengan tepat waktu. Selain itu, ketika kita mempunyai banyak teman yang suka menulis, membuat puisi dan mengikuti suatu lomba maka hal tersebut dapat mempengaruhi jiwa kita untuk berkeinginan membuat suatu karya tulis juga. Semua itu karena adanya hubungan tarik-menarik yang positif kita lakukan. Begitulah jika kita dapat mengatur pikiran kita dengan baik maka hasilnya akan baik pula dan sebaliknya jika pikiran kita buruk maka hasilnya juga buruk.

Medan, 11 Juli 2010
~Evi A.~
Apapun yang Terjadi, Aku Harus Kuat dan Sabar
author

Apapun yang Terjadi, Aku Harus Kuat dan Sabar



Apapun yang Terjadi, Aku Harus Kuat dan Sabar

Bertubi-tubi luka itu hadir
Berulang kali ia datang menyapa
Kadang buatku tidak tenang
Sering buatku sedih
Tapi aku yakin
Ini adalah yang terbaik buatku

Apakah hari ini, hari terakhirku
Ataukah esok aku tak menatap kembali
Akan keindahan dunia yang fatamorgana ini
Aku bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa
Memberiku kesempatan untuk bisa berkarya
Memberiku ilmu yang bermanfaat
Menjalin silaturrahmi dengan banyak sahabat
Menyebarkan dakwah Islamiyah
Memberi motivasi bagi orang lain

Caramu mengajariku kebaikan
Membuatku selalu rindu
Akan hadirnya dirimu disisiku
Tatapanmu menyejukkan jiwaku
Kusampaikan rasa cintaku padamu ya Rabb
Kusampaikan salam padamu ya Rasulullah

Apapun yang terjadi pada diriku
Aku akan tetap sabar, ikhlas dan kuat
Engkau selalu ada di hatiku ya Rabb
Segalanya ku pasrahkan padaMu
Tangisan demi tangisan ku torehkan untukMu
Karena ku malu akan diri yang hina ini
Akan noda-noda yang tercipta
Akan kelalaian yang pernah terjadi

Aku mohon ampunanMu akan dosa-dosaku
Aku yakin akan rahmat dan pertolonganMu
Aku akan setia pada perjanjianku denganMu
Sungguh nikmatMu begitu luas
Tak ada yang mampu mengampuni dosaku
Kecuali Engkau, kekasihku yang Maha Agung

TanpaMu ruhiyahku menjadi kering
Tanpamu diriku menjadi lemah
Karena Engkau Maha Ilmu
Karena Engkau Maha Pengasih dan Penyayang
Karena Engkau Maha Kuasa

Aku takut padaMu
Aku ingin mencintaiMu
Aku ingin Engkau selalu mencintaiku
Membimbingku menuju cahaya terang benderang
Menjadikanku generasi yang bermawas diri
Mendorongku untuk terus beramal shalih


Medan, 21 Juli 2010
~Evi A.~
http://eviandrianimosy.blogspot.com/
Teori Dasar Tentang Darah
author

Teori Dasar Tentang Darah

Darah adalah cairan yang terdapat pada hewan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai alat transportasi zat seperti oksigen, bahan hasil metabolisme tubuh, pertahanan tubuh dari serangan kuman, dan lain sebagainya. Beda halnya dengan tumbuhan, manusia dan hewan level tinggi punya sistem transportasi dengan darah.

Cairan ini berwarna merah yang terdapat di dalam pembuluh darah. Warna merah tersebut tidak selalu tetap, tetapi berubah–ubah karena pengaruh zat kandungannya, terutama kadar oksigen dan CO2. bila kadar oksigen tinggi maka warna darah menjadi merah muda, tetapi bila kadar CO2-nya tinggi maka warnanya menjadi merah tua.

Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel–sel darah (darah padat). Volume darah pada manusia atau hewan level tinggi (mamalia) adalah 8% berat badannya. Darah pada tubuh manusia sekitar sepertigabelas beratnya atau sekitar 4 atau 5 liter pada orang dewasa.

Darah merupakan cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Fungsi Darah

Darah merupakan jaringan penyokong istimewa yang mempunyai banyak
fungsi, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai alat pengangkut, yaitu mengangkut :
a. Zat–zat makanan dari sel–sel jonjot usus ke seluruh jaringan tubuh.
b. Oksigen dari alat pernapasan ke seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan oksigen, tugas ini dilaksanakan oleh hemoglobin.
c. Karbon dioksida (CO2) dari seluruh jaringan tubuh ke alat pernapasan,yakni paru–paru.
d. Zat–zat metabolisme dari seluruh jaringan tubuh ke alat–alat eksresi.
e. Hormon dari kelenjar buntu atau endokrin ke bagian tubuh tertentu.
f. Air untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

2. Sebagai benteng pertahanan tubuh dari infeksi berbagai kuman penyakit.
Fungsi ini dilaksanakan oleh zat antibodi, sel–sel darah putih dan sel–sel darah
pembeku.

3. Menjaga stabilitas suhu tubuh dengan memindahkan panas yang dihasilkan alat–alat tubuh yang aktif ke alat–alat tubuh yang tidak aktif.

4. Mengatur keseimbangan asam dan basa untuk menghindari kerusakan jaringan tubuh.

Susunan Darah
Darah manusia terdiri dari dua komponen utama, yaitu sel–sel darah dan
plasma darah atau cairan darah. Tiap–tiap komponen darah terdiri atas berbagai
komponen. Untuk lebih jelasnya, susunan darah diperlihatkan pada Gambar 2.1 :



1) Sel–sel darah
Sel–sel darah merupakan bagian terbesar dari darah, yaitu sekitar 40% – 50%. Sisanya adalah plasma darah. Sel–sel darah terdiri atas tiga macam, yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel–sel darah pembeku atau trombosit. Contoh gambar sel–sel darah dalam keadaan normal hasil scanning electron microscope (SEM) dapat dilihat pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2. Gambar sel–sel darah dalam keadaan normal hasil scanning electron microscope (SEM) (a), (b), dan (c) sel darah merah, sel darah putih termasuk limposit, monosit, neutropil, dan trombosit [10]

Untuk memahami perbandingan komponen darah, perhatikan Gambar 2.3



a) Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah merupakan bagian utama dari darah. Bentuknya bikonkaf, tidak berinti, tidak dapat bergerak bebas dan tidak dapat menembus dinding kapiler. Setiap 1 mm3 darah pria mengandung 5 juta sel darah merah, sedangkan setiap 1 mm3 darah wanita mengandung 4 juta sel darah merah.

Warna sel darah merah sebenarnya kekuning–kuningan. Warna ini disebabkan oleh adanya pigmen darah yang disebut hemoglobin (Hb).
Hemoglobin adalah protein rangkap yang terdiri dari hemin dan globin. Hemin adalah senyawa asam amino yang mengandung zat besi (Fe). Senyawa inilah yang menyebabkan warna darah menjadi merah. Oleh sebab itu, bila dalam darah kekurangan eritrosit, hemoglobin, maupun zat besi akan mengakibatkan warna tubuh kita menjadi pucat. Keadaan ini disebut kekurangan darah atau anemia. Jika seseorang menderita anemia maka pengangkutan oksigen oleh darah akan mengalami gangguan. Darah yang kurang mengandung oksigen akan berwarna kebiru-biruan, disebut sianosis. Sianosis ini misalnya terjadi pada orang yang tercekik dan batuk terus–menerus sehingga bibirnya menjadi kebiruan.

Hemoglobin mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut :
(1) Mengangkut oksigen Hb yang mengikat oksigen (HbO2 /oksihemoglobin). Hb mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap oksigen.
(2) Mengangkut karbon dioksida (CO2).
(3) Menjaga keseimbangan asam dan basa. Hb2 dan HbO2 adalah senyawa yang mudah mengikat alkali. Jika kadar senyawa asam dalam darah meningkat maka hemoglobin dan oksihemoglobin akan melepaskan alkalinya. Dengan demikian, senyawa asam tadi akan dinetralkan.
Anemia juga terjadi karena kekurangan sel–sel darah merah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena kekurangan gizi, infeksi suatu kuman penyakit, ataupun kecelakaan yang mengeluarkan banyak darah. Pada embrio dan bayi, eritrosit dibentuk oleh hati dan limpa. Setelah masa
bayi, eritrosit dibentuk di dalam sumsum merah tulang. Di dalam hati dan limpa embrio atau bayi dan di dalam sumsum merah tulang terdapat banyak sel–sel pembentuk sel–sel darah merah, disebut eritroblast.
Di dalam tubuh kita, eritrosit mampu bertahan hidup hingga umur 115 hari. Jika eritrosit telah tua akan dirombak oleh sel–sel hati. Hemoglobin akan diubah menjadi zat warna empedu atau bilirubin.

b) Sel darah putih (leukosit)
Berbeda dengan sel darah merah, sel darah putih mempunyai bentuk yang amat bervariasi. Selnya mempunyai nukleus (inti sel), dapat bergerak bebas secara ameboid serta dapat menembus dinding kapiler, disebut diapedesis. Setiap 1 mm3 darah mengandung 6000 – 9000 sel darah putih. Jika
jumlahnya kurang dari 6000/mm3 disebut leukopenia. Tetapi bila jumlahnya lebih dari 9000/mm3 disebut leukositosis. Jika dalam darah jumlah leukositosis menjadi amat besar, misalnya 200.000/mm3 darah maka disebut leukemia atau kanker darah.

Leukositas dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
(1) leukositas fisiologis, bila naiknya jumlah leukosit disebabkan kegiatan jasmani terlalu berlabihan, karena nyeri yang disebabkan tekanan jiwa,
(2) leukositas patologis, jika naiknya jumlah leukosit disebabkan terjadinya infeksi.

Leukosit mempunyai fungsi utama untuk melawan kuman yang masuk ke dalam tubuh yaitu dengan cara memakannya, yang disebut fagositosis. Leukosit dibentuk di dalam jaringan retikuloendotelium dari sumsum merah tulang.

Macam–macam Leukosit, dibedakan menjadi dua kelompok yaitu,
granulosit bila plasmanya bergranuler dan agranulosit bila plasmanya tidak bergranuler. Leukosit granulosit dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni :
(1) netrofil, sel ini bersifat fagosit, plasmanya bersifat netral, granula merah kebiruan. Bentuk intinya bermacam–macam.
(2) Basofil, plasmanya bersifat basa, berbintik–bintik kebiruan, dan bersifat fagosit.
(3) Eosinofil, bersifat fagosit, plasmanya bersifat asam, berbintik–bintik kemerahan yang jumlahnya akan meningkat bila terjadi infeksi.

Leukosit agranulosit dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
(1) monosit, selnya berinti satu besar, berbentuk bulat panjang, bisa bergerak cepat, dan bersifat fagosit.
(2) Limposit, berinti satu dan selnya tidak dapat bergerak bebas. Ukurannya ada yang sebesar eritrosit. Sel ini berperan besar dalam pembentukan zat kebal atau antibodi.
c) Keping darah (trombosit)
Trombosit tidak berinti, berukuran lebih kecil dari eritrosit dan leukosit. Bentuknya tidak teratur dan bila tersentuh benda yang permukaanya kasar mudah pecah. Tiap 1 mm3 darah mengandung 200.000 – 300.000 trombosit. Sel ini dibentuk di dalam megakariosit sumsum merah tulang. Trombosit berperan besar dalam proses pembekuan darah.

2) Plasma darah
Plasma darah terdiri atas air yang didalamnya terlarut berbagai macam zat,
baik zat organik maupun zat anorganik, zat yang berguna maupun zat–zat sisa
yang tidak berguna, sehingga jumlahnya lebih kurang 7 – 10%.
Zat yang terlarut di dalam plasma darah dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
a) Zat makanan dan mineral, seperti glukosa, asam amino, asam lemak,
kolesterol, serta garam–garam mineral.
b) Zat–zat yang diproduksi sel, seperti enzim, hormon, dan antibodi.
c) Protein darah yang tersusun atas beberapa asam amino :
1. Albumin, yang sangat penting untuk menjaga tekanan osmotik darah,
2. Fibrinogen, sangat penting untuk proses pembekuan darah,
3. Globulin, untuk membentuk gemaglobulin yaitu komponen zat kebal yang amat penting.
d) Zat–zat sisa metabolisme, seperti urea, asam urat, dan zat–zat sisa lainnya.
e) Gas–gas pernapasan yang larut dalam plasma seperti O2, CO2, dan N2.

Refernsi : Drs. Slamet Prawirohartono, Prof. Dr. Suhargono Hadisumarto, Sains Biologi-2a Jakarta : Bumi Aksara, 2000)