My Sweet Home

Tersenyumlah! Karena Allah bersama Kita ...



Bismillahirrohmanirrohiim.

Assalamu’alaikum ikhwah fillah …

Pagi ini, kita akan sedikit berdiskusi tentang Hidup. Hidup yang terkadang tidak seperti apa yang kita inginkan. Ketika mimpi mimpi kita, tak seperti yang Allah kehendaki untuk kita. Jika memang faktanya seperti itu, maka saya katakan,“ Sebaiknya, kita memang harus pandai-pandai berdamai dengan takdir.”


Ingat kawan ! Jangan salah artikan “berdamai dengan takdir” sebagai sebuah bentuk kepasrahan total, tanpa upaya sedikitpun.“Berdamai dengan takdir” adalah menerima dengan lapang dada, dengan keikhlasan terbaik , setiap apa yang Allah berikan, setelah kita habis-habisan berjuang. Tentunya, hal ini kita lakukan karena kita sadar sepenuhnya, bahwa Allah Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk kehidupan kita, baik kehidupan dunia terlebih lagi akhirat.


Islam mengajarkan kepada kita untuk ikhtiar. Tetangga sebelah sering menyebut ikhtiar dengan sebuah istilah yang menggelitik, “ memeras Keringat, Membanting Tulang.” Ini sebuah ungkapan sederhana yang sarat makna. Dan memang seperti itulah ikhtiar, kita lakukan sesuatu, apa yang kita ingini, dengan kemampuan terbaik yang kita miliki. Bukan ragu-ragu, bukan setengah jadi, melainkan TOTALITAS. Ini pula yang disebut dengan “ Profesional” oleh mereka yang berbaju rapi dan berjas setiap hari, Kaum kantoran. Sedangkan kalangan menengah sering menyebutnya dengan KERJA KERAS.


Sahabat sekalian, Allah adalah pencipta kita. Ia pasti Maha Tahu tentang seluk beluk kehidupan kita. Begitupun, dengan apa yang terbaik untuk kita. Oleh karenanya, yang pertama kali harus kita lakukan ketika “INGIN” kita tak bersesuaian dengan “Apa yang kita terima”, maka yang harus dilakukan adalah SADAR. Menyadari dengan sebenar-benarnya, bahwa hal itu bukanlah yang terbaik untuk diri dan kehidupan kita. Walaupun, kita sangat menginginkannya. Maha benar Allah dengan apa yang difirmankanNya dalam Surat Al Baqoroh ayat 216 : Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.


Konteks ayat ini memang sangat terkait dengan Perang di Jalan Allah. Melawan kafirin, munafiqin dengan seluruh mampu, dengan semua yang kita miliki sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah, sebagai bentuk kepatuhan seutuhnya kepada Sang maha Pencipta. Siapapun, tidak menyukai peperangan, begitupun kaum mukminin kala itu. Karena Damai itu Indah. Namun, ketika kita diperangi, ketika harga diri kita diinjak – injak, ketika martabat kita tidak dihiraukan, dan mereka nyata-nyata memerangi Kita, maka kitapun harus “MEMERANGI” mereka, meskipun kita tidak menyukai peperangan itu.


Begitupun, ketika Kita menginginkan sesuatu yang menurut kita baik, kemudian sesuatu itu terlepas, yang harus dilakukan adalah menyadari bahwa sesuatu itu BUKAN yang terbaik untuk kita. Sembari terus berharap dan berusaha agar Allah memberikan ganti yang Terbaik, entah di dunia ini ataupun di akhirat kelak.



Persoalan yang timbul kemudian adalah , Susahnya Menyadari. Terkadang, teori memang mudah. Praktek tentulah tak semudah teori. Namun, tak ada salahnya kita megingat-ingat teori tersebut untuk kemudian mempraktekannya. “ Susah?”, “Iya.” Tapi susah bukan berarti TIDAK MUNGKIN. Ketika kita mencoba, Insya Allah kita Bisa, meskipun susah.


Sadar tentunya bukan akhir. Ia adalah awal yang kelak mempengaruhi langkah kita berikutnya. Ketika kesadaran akan kuasa Allah itu mendominasi,maka yang berikutnya harus kita lakukan adalah Instropeksi. Boleh jadi, yang menimpa kita sekarang adalah akibat dari dosa masa lalu kita. Disadari ataupun tidak. Oleh karenanya, instropeksi ini harus kita lakukan secara intens, terus menerus, dengan iringan istighfar tiada henti. Kelak, Allah akan menurunkan rahmatNya. Sehingga hati yang awalnya sempit, kelak menjadi lapang. Yang awalnya gelap, kelak berangsur terang. Yakinlah! Karena Allah maha Pengampun dan Pengabul Doa.


Instropeksi yang berlarut, bisa terjatuh pada meratapi nasib. Ini yang salah. Instropeksi haruslah berujung pada kesimpulan : Esok harus lebih baik. Ini yang terpenting. Maka, setelah instropeksi, kita harus menatap tegar ke depan. Karena jalan sukses bukanlah “Jalan itu” saja. Banyak jalan yang menanti untuk kita lewati. Bukalah mata, telinga dan hati. Ikuti bisikan nurani yang bersih dan kemudian melangkahlah, Dekati Allah agar Ia senantiasa membimbing kita. Agar Ia senantiasa meluruskan langkah-langkah bengkok kita. Agar Ia bisa kita rasakan keberadaannya, meskipun, kita merasa sendiri. Karena Ia, Selalu bersama Kita. Innalaha Ma’anaa


Banyak cara yang kemudian bisa kita lakukan dalam tahap ini. Yang termudah setelah Istighfar habis-habisan, adalah Tilawah Qur’an. Bacalah Qur’an dari mana saja kita kehendaki. Dari poermulaan, pertengahan, atau surat terntentu yang memang ingin kita Tadaburi. Ambil Wudhu, cari moment yang tepat, sendirian. Eh maaf, BERDUA SAJA, Dengan Allah. Jadikan Ia dekat, sedekat janjinya, “ Faida sa’alaka ‘Ibadii ‘Anni.“ “Ketika hambaku bertanya dimanakah Aku?” demikian firman Allah dalam Surat Al Baqoroh. Maka jawablah, “Fainni Qoriib.” “ Sesungguhnya Aku ( Allah ) itu Dekat.” Ya sobat! Allah itu dekat. Tapi kita yang sering menjauh dariNya.


Demi Allah sobat, Al Qur’an akan memberikan jawaban dari setiap gundah. Dari setiap tanya kita yang tidak berujung. Ia akan membimbing kita, meskipun kita tidak tahu artinya. Ia benar-benar akan menjadi sahabat karib kita, ketika kita benar – benar mengakrabinya. Permasalah yang timbul kemudian adalah, “ Jangankan Akrab. Menyentuhnya saja jarang.” Naudzubillahi mindzalik.



Jangan pula Qur’an sekedar menjadi Bacaan. Jadikan ia pedoman. Ketika apa yang kita “INGINI” tidak Allah berikan, cobalah tadaburi surat Ibrohim dan surat An nahl. Di Surat Ibrohim ayat 34 disebutkan : Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Kemudian An Nahl ayat 16 Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Shodaqollahul ‘adhiim. Maha benar Allah dengan segala firmanNya.

Dua ayat tersebut cukuplah jadi perenungan kita. Karena seringkali kita lupa ketika nikmat itu kita dapatkan, dan kita Selalu “Menggugat” manakala apa yang kita “INGINI” tidak terjadi. Padahal, yang kita ingini, tidak selalu baik untuk kehidupan kita.


Sobat, mari rekonstruksi pemikiran kita. Biarlah kemarin kita terjatuh. Karena memang allah menghendaki kita segera bangkit dan bergerak. Biarlah kemarin kita lelah, karena Allah Allah ingin agar kita menyejarah. Biarlah kaki ini perih, karena Allah ingin agar kita lebih GIGIH lagi dalam mendekatiNya. Karena Allah, hanya menghendaki kebaikan untuk kIta. Bukan sebaliknya.


Sebuah penutup, semoga membuat kita kembali tersadar, bahwa NIkmat Allah sungguh luas membentang. Maka, tak pantas kiranya jika hanya karena satu nikmat yang terlepas, kita berubah menjadi Pembangkang. Allah kembali mengingatkan , Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( Qs Ibrohim 14 : 7 )


Mari, Merayakan Syukur. Subhanallahi walhamdulillahi wa Laa Ilaha Illalllahu Wallahu Akbar Walillahil Hamd !!!

Semoga Allah melimpah ruahkan berkahNya, untuk kita semua.

Di siang penuh berkah, Jum’at 17 Jumadil Tsani 1432H / 20 Mei 2011.

(Kiriman dari adekku, Usman Alfarisi)
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.